Direktur Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian, Benny Wahyudi mengatakan pemerintah memproyeksikan produksi rokok 240 miliar batang pada 2010, sesuai dengan roadmap industri hasil tembakau. "Tapi tahun ini saja produksi itu sudah tercapai," kata Benny di Jakarta.
Produksi rokok dalam lima tahun terakhir memang mengalami peningkatan dari 223 miliar batang pada 2004 menjadi 240 miliar batang pada 2008. Peningkatan rata-rata 4,78 persen per tahun. Sementara penerimaan cukai untuk tahun yang sama meningkat dari Rp 29,1 triliun menjadi Rp 49 triliun, atau meningkat rata-rata 13,64 persen per tahun.
Benny menjelaskan, berdasarkan roadmap industri hasil tembakau, pada 2007-2010 pemerintah memang memprioritaskan aspek penyerapan tenaga kerja dan penerimaan negara. Sehingga proyeksi produksi rokok masih digenjot.
Penerimaan cukai menjadi sumber potensial Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Peran industri rokok (cukai dan PPN) terhadap APBN pada 2008 sebesar Rp 57,7 triliun (6,45 persen). Tahun ini, angka itu ditargetkan meningkat 7,82 persen atau senilai Rp 66,4 triliun.
Menurut Benny, sampai 2010 kebijakan untuk industri rokok adalah melalui cukai dengan memperhatikan industri, pertumbuhan produksi alamiah dengan penyederhanaan sistem cukai, mempersempit perbedaan tarif cukai antar golongan pabrik, penerapan tarif cukai dari sistem advolorum menjadi spesifik, dan penanganan rokok ilegal.
Roadmap 2010-2015, Benny melanjutkan, masih memprioritaskan aspek penerimaan dari industri rokok. Meski periode ini sudah mulai memperhatikan aspek kesehatan. Pada 2015, produksi rokok diproyeksikan 260 miliar batang.
Pada periode ini, cukai akan ditingkatkan untuk pengendalian pertumbuhan produksi rokok. Sebab, pada 2020, ditargetkan produksi rokok tetap 260 miliar batang. "Jadi pertumbuhan dibikin leveling," kata Benny. Alasannya, kata Benny, setelah 2015 pemerintah memperkirakan perekonomian lebih baik. Sehingga, aspek kesehatan menjadi prioritas dibandingkan aspek tenaga kerja dan penerimaan negara. .
"Karena kurun waktu tersebut diperkirakan akan sulit mencari buruh rokok dan sigaret. Wajib belajar nanti sampai SLTA, mana pantas cuma jadi buruh rokok linting," tutur Benny.
Dia menambahkan, lahan perkebunan tembakau juga akan berkurang. Posisi petani secara ekonomi juga akan lebih baik dibanding sekarang, yang cuma menjadi buruh tani.
NIEKE INDRIETTA