TEMPO Interaktif, Jakarta - Biaya promosi untuk industri rokok hanya dapat dibayakan oleh produsen, ditributor utama atau importir tunggal. Demikian penjelasan tertulis Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Humas pada Departemen Industri, Djoko Slamet Surjoputro yang diterima Tempo, Jumat (3/7).
Tentang besaran biaya promosi, Djoko menjelaskan, tidak melebihi tiga persen dari peredaran usaha dan paling banyak Rp 10 miliar bagi industri rokok yang mempunyai peredaran usaha sampai dengan Rp 500 miliar. Jika peredaran usaha di atas Rp 500 sampai Rp 5 triliun, biaya tak boleh lebih dari dua persen, dan tak boleh lebih dari satu persen, jika peredaran usaha di atas Rp 5 triliun.
Djoko menegaskan, biaya promosi tersebut hanya dapat dibiayakan satu kali di tingkat produsen atau distributor utama atau importir tunggal. "Artinya, biaya promosi tersebut tidak adapat dibiayakn dalam seluruh tingkatan alur usaha di bidang industri rokok," ujarnya.
Ia menyampaikan penjelasan ini terkait dengan Peraturan Menteri Keuangan tentang Biaya Promosi dan Penjualan Yang Dapat Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto yang diterbitkan 10 Juni 2009.
Pembatasan biaya promosi yang dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan bruto sesuai peraturan tersebut, kata Djoko, antara lain bertujuan untuk; membangun kompetisi yang lebih sehat antara industri rokok dalam skala kecil/,menengah dengan industri rokok dalam skala besar. Selain itu juga untuk lebih memberikan kepastiantentang pengaturan biaya promosi yang boleh dibebankan, serta membatasi biaya promosi yang dapat dibebankan oleh perusahaan industri rokok dalam skala besar menjadi jauh lebih kecil dan terbatas dibanding peraturan lama.
SUDRAJAT