Ia mengatakan pihaknya masih menunggu undangan dari pemerintah dalam melakukan tawar-menawar atas divestasi saham perusahaan tambang yang berbasis di Amerika Serikat itu untuk periode 2008 dan 2009 sebesar 14 persen.
Sebelumnya pemerintah menghitung aset PT Newmont Nusa Tenggara di bawah US$ 4 miliar atau sekitar Rp 40 triliun. Nilai itu lebih rendah dari perhitungan aset yang dilakukan Newmont sebesar US$ 4,9 miliar atau sekira Rp 50 triliun. "Harganya belum kami putuskan," ujar Direktur Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi Bambang Setiawan, Selasa (2/6), di Jakarta. "Kami akan rapat internal lagi."
Nilai aset itu, kata dia, akan menjadi acuan pemerintah dalam melakukan tawar-menawar dalam membeli 14 persen saham Newmont. "Kalau nanti tidak ada kata sepakat, kami akan membentuk tim penilai independen," katanya.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Purnomo Yusgiantoro sebelumnya mengatakan, pemerintah dan Newmont masih belum sepakat soal dua hal dalam proses divestasi saham ini, yaitu masalah tambang di Section 7, Batu Hijau dan Elang. Di Section 7 saat ini masih ada masalah dengan Departemen Kehutanan sehingga pemerintah dan Newmont belum sepakat apakah masuk aset atau tidak.
"Pemerintah dan Newmont juga belum sepakat apakah cadangan di Elang masuk hitungan atau tidak," kata Purnomo. Pemerintah menilai tambang Elang termasuk wilayah Newmont, meskipun di luar Batu Hijau, karena tercantum dalam Kontrak Karya.
Pengadilan arbitrase di Swiss pada akhir Maret lalu memenangkan gugatan Indonesia terhadap Newmont. Perusahaan tambang emas dan tembaga Batu Hijau itu harus mendivestasikan sahamnya dalam waktu 180 hari. Pemerintah pusat ditawarkan terlebih dulu untuk membeli saham. Jika pusat tidak menyanggupi, maka pemerintah daerah yang mendapat hak berikutnya.
SORTA TOBING