Menurut Anwar, dari pemeriksaan pengelolaan pinjaman luar negeri yang mencakup 66 naskah pinjaman senilai Rp 45,29 triliun, ditemukan potensi kerugian negara sebesar Rp 438 miliar akibat lemahnya perencanaan, koordinasi, dan monitoring pada proyek yang didanai dari pinjaman luar negeri.
Proyek-proyek tersebut tak dapat dimanfaatkan atau tidak dimanfaatkan secara optimal dan menimbulkan biaya tambahan minimal Rp 2 triliun karena keterlambatan pelaksanaan proyek.
Anwar mengatakan hasil pemeriksaan yang perlu mendapat perhatian serius pada pinjaman luar negeri adalah terkait sistem pencatatan pinjaman. "Belum dapat menghasilkan informasi secara andal hingga tak ada sumber informasi mengenai posisi dan penarikan pinjaman yang dapat dipercaya untuk digunakan pemerintah dalam pengambilan keputusan secara meyakinkan," tutur dia.
Pemeriksaan dilakukan di institusi pengelola pinjaman luar negeri yakni Departemen Keuangan, Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, dan sembilan kementerian negara atau lembaga serta delapan badan usaha milik negara.
Anwar mengatakan objek pemeriksaan pada semester dua 2008 meliputi 683 objek yang terdiri dari 424 objek pemeriksaan dengan tujuan tertentu (PDTT), 59 objek pemeriksaan kinerja, dan 200 objek pemeriksaan keuangan.
RIEKA RAHADIANA