"Melonjaknya harga barang benar-benar kelewatan," kata Ramini, 55 tahun, pedagang di Pasar Mayestik, Jakarta Selatan. Dia mencontohkan, harga minyak goreng curah kini dijual dengan harga Rp 140 ribu per dirigen (isi 16 kilogram). Padahal harga sebelumnya adalah Rp 120 ribu.
Kenaikan tinggi juga dialami untuk gula. Ramini mengaku agen kini menjual gula Rp 378 ribu per karung (isi 50 kilogram). Sebelumnya gula dijual dengan harga Rp 280 ribu. Telor mengalami kenaikan Rp 1.000 per kilogram. Jika sebelumnya telor dijual dengan harga Rp 12 ribu, kini harganya mencapai Rp 13 ribu.
Kenaikan tak terkecuali berlaku pada beras. Beras pandan wangi super mengalami kenaikan hingga Rp 1.000 per liter. Sebelumnya beras jenis ini dijual dengan harga Rp 7.000 per liter, kini harus dijual dengan harga Rp 8.000 per liter. Beras Pandan Wangi Cianjur mengalami kenaikan Rp 500. Sebelumnya beras jenis ini dijual dengan harga Rp 6.000 per liter, kini harus dijual dengan harga Rp 6.500.
Keadaan yang sama juga dialami untuk sayur-sayuran. Tomat per kilogram kini mencapai Rp 10 ribu, padahal sebelumnya dijual Rp 5.000 per kilogram. Cabe rawit merah setali tiga uang. Sebelumnya dijual Rp 14 ribu per kilogram, kini meroket tajam hingga dijual Rp 28 ribu per kilogram.
Buncis yang tadinya Rp 4.000 per kilogram, kini dijual dengan harga Rp 7.000 per kilogram. Bawang merah sebelumnya dijual Rp 9.000, kini harus dijual dengan harga Rp 14 ribu.
Ramini mengaku tak bisa berbuat banyak dengan kenaikan harga-harga itu. "Kita jual mahal, karena dari sana (agen) juga mahal," kata dia lirih. Melonjaknya harga ini, kata dia, juga membuat banyak pembeli yang ngeluh. "Mereka protes, harga bensin turun, kok, harga barang malah mahal."
Tak ayal melambungnya harga sembako membuat banyak pembeli menurunkan volume pembeliannya. Ramini mengilustrasikan, jika sebelumnya pembeli mampu beli satu kilogram, kini mereka hanya mampu beli setengah kilogram. Kondisi itu secara langsung membuat omzet pedagang turun hingga 20 persen.
Ramini mengaku resah dengan keadaan ini. "Di pasar-pasar tradisional harga melambung, tapi kenapa harga di swalayan-swalayan besar malah bisa murah," katanya setengah menggugat.
AMIRULLAH