TEMPO Interaktif, Jakarta: Ketua Umum Organisasi Pengusaha Angkutan Darat Pusat, Murphy Hutagalung, berharap jika kenaikan pajak dan restribusi kendaraan diberlakukan tidak menyentuh kendaraan pelat kuning. "Pajak dan restribusi silahkan naik, namun jangan untuk angkutan umum," ujarnya kepada Tempo melalui sambungan telepon selulernya, Selasa pagi.
Ia heran kenapa pemerintah melulu melakukan terobosan yang merugikan pengusaha angkutan maupun kalangan industri otomotif. "Ini bisa fatal," katanya. Ia memang belum merinci apa saja dan jenis kendaraan yang diterapkan dalam rencana kenaikan pajak itu.
Pemerintah melalui Departemen Keuangan mengusulkan kenaikan pajak kendaraan bermotor dari 5 persen menjadi 10 persen. Pajak balik nama kendaraan dari 10 persen menjadi 20 persen, pajak bahan bakar kendaraan yang semula 5 persen naik menjadi 10 persen dan pajak parkir terhadap tarif parkir sebesar 30 persen dari sebelumnya 20 persen. Serta akan diterapkannya kebijakan baru mengenai retribusi pengendalian lalu lintas di wilayah DKI Jakarta dengan menggunakan electronic road pricing (ERP).
Ketua Prasarana dan Angkutan Organda, Rudi T.H. Miharja, menyebut pemerintah hanya mencari duit. "Kalau pajak kendaraan naik, jelas kami tidak ada pilihan," ucapnya. Ia mengatakan selama pemerintah belum mendeklarasikan bahwa angkutan umum tidak kena rencana kenaikan itu para pengusaha angkutan akan terus resah. Namun, kata Rudi, jika tidak diterapkan maka pungutan liar makin merajalela. "Sama saja."
Rudi juga mengatakan, rencana kebijakan ini sungguh tidak populer di berbagai kalangan. Apalagi yang dituding industri otomotif sebagai subyek faktor borosnya konsumsi bahan bakar minyak. Cara menekannya dengan rencana kenaikan pajak kendaraan sangat kontradiktif dengan keadaan riil di masyarakat.
Heru Triyono