TEMPO Interaktif, Jakarta: Pengunjuk rasa dari Komite Solidaritas Nasional untuk serikat pekerja Badan Usaha Milik Negara telah tiba di Istana. Mereka membentangka surat raksasa berpa gulungan kain putih bertuslikan: menolak privatisasi dan pembubaran serikat pekerja.
Namun, surat yang sediakan diserahkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Istana, belum jelas nasibnya. Sebab, hari ini libur nasional peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI ke 63, Presiden tidak ada di Istana. "Kami belum bertemu pihak Istana," ujar Tommy Tampatty, juru bicara aksi Komite Solidaritas Nasional dari Serikat Pekerja Angkasa Pura I,
Sekitar 100 orang perwakilan dari 49 serikat pekerja BUMN dan sejumlah lembaga swadaya siang ini tergabung dalam Komite Solidaritas Nasional, unjuk rasa menolak pemberangusan wadah karyawan itu. "Aksi ini sekaligus memperingati Hari Kemerdekaan RI, kami ingin menyampaikan pesan bahwa kami pekerja belum sepenuhnya merdeka," kata Tommy. "Bahkan saat ini ada penjajahan oleh bangsa sendiri dengan bentuk pemberangusan serikat pekerja."
Massa berangkat dari Jalan Medan Merdeka Selatan berjalan kaki menuju Istana. Di depan Kantor Kementrian BUMN mereka melakukan penandatanganan surat pernyataan selebar setengah lapangan bulutangkis. Judulnya: Surat Merdeka Dari Kaum Pekerja Untuk Presiden. Isinya tentang penolakan privatisasi BUMN dan pelarangan serikat pekerja.
"Kepentingan nasional saat ini mulai diganti kepentingan privat, dan sejumlah pengurus serikat pekerja BUMN menerima intimidasi dan pemecatan," Ketua Panitia Komite Solidaritas Nasional, Ahmad Daryoko, menambakan.
"Kami membuat surat raksasa karena selama ini telah ribuan kali surat kami layangkan tapi tidak ada tanggapan," ujar Daryoko yang juga Ketua Umum Serikat Pekerja PT PLN. Mereka tidak kecewa surat itu tal diterima langsung oleh residen. "Yang penting pesan kami tersmpiakan," kata Kordinator Aksi Komite, Anwar Ma'ruf.
Agung Sedayu