"Saya bisa teken FPA anytime, artinya secara teknis sudah selesai, tapi belum efektif karena menunggu hasil fit and proper test dari BI," kata Syafruddin A. Temenggung di DPR RI sesaat ketika akan mengikuti rapat kerja dengan DPR RI di Jakarta, Jumat (14/11).
Ia menjelaskan, perjanjian jual beli 50 persen saham BII itu sebenarnya sudah selesai tetapi belum ditandatangani oleh BPPN. Beberapa permasalahan dalam pembahasan perjanjian jual-beli itu seperti penjaminan pemerintah terhadap penyertaan saham BII di Cayman Island dan Ninggo Bank, masa struktur konsorsium atau lock up periode sudah disepakati.
Syafruddin menjelaskan pemerintah tidak memberikan jaminan atas penyertaan saham BII di kedua tempat tersebut dan juga menyepakati masa lock up untuk struktur konsorsium satu tahun, sedangkan lock up sahamnya tiga tahun.
Sementara itu, penjualan divestasi saham BII juga mendapat ganjalan dari Bank Central Korea. Kookmin Bank, bank asal Korea selaku pemimpin konsorsium Sorak Financial yang memenangi tender tersebut belum mendapat persetujuan dari Bank Central Korea. Dari hasil penjualan 51 persen saham BII ini, menurut Deputi Kepala BPPN Bidang Restrukturisasi Perbankan, I Nyoman Cender, BPPN meraih Rp 1,8 triliun.
Edy Can - Tempo News Room