Hingga pertengahan Oktober ini sejumlah pengusaha eksportir meubel rotan di Kabupaten Cirebon mengaku masih sepi pesanan. Hal ini diakui oleh Ketua Asmindo (Asosiasi Meubel Indonesia)Ir Sunoto, saat ditemui Tempo News Room, Sabtu (18/10).
Menurutnya 90 persen pangsa pasar meubel Cirebon adalah negera-negara Eropa. Karenanya sangat wajar kalau pada bulan-bulan libur lalu di sini juga sepi pesanan. “Namun saat ini sebagian besar negara-negara di benua Eropa musim liburannya telah berakhir, tetapi order tetap saja tidak ada”, tutur Sunoto.
Akibatnya, menurut Sunoto, kegiatan produksi maupun perdaganan meubel rotan di sentra produksi Tegalwangi, Plumbon, Cirebon Barat dan Ciwaringin masih berjalan sepi. “Bahkan ada beberapa pabrik yang menghentikan proses produksi karena ketiadaan order dari buyer,” tambah Sunoto. Hal tersebut tentu saja berdampak terhadap ribuan pekerja anyam dan rangka rotan yang terpaksa juga dirumahkan.
Sunoto menambahkan, sebenarnya sejak tahun 2002 ekspor meubel rotan di Cirebon terus mengalami penurunan hingga 50 persen. Hal tersebut seiring dibukanya keran perdaganan bahan baku rotan mentah dan setengah jadi ke manca negara. “Akibatnya beberapa negera non penghasil bahan baku rotan kini bisa memproduksi hasil kerajinan tersebut” kata Sunoto. Menurut Sunoto, jika kebijakan ini terus dibiarkan maka ia yakin dalam 4 hingga 5 tahun ke depan rotan Cirebon hanya tinggal kenangan. “Supaya ini tidak terjadi, seharusnya pemerintah melindungi industri rotan dalam negeri”.
Hal senada diungkapkan oleh pengusaha meubel rotan dari Tegalwangi, Sunarto. Menurutnya, akibat kebijakan dibukanya ekspor rotan mentah dan setengah jadi tersebut kini pihaknya terpaksa banting setir membuat meubel dari eceng gondok dan pelepah pisang. “Kalau kita tidak pintar-pintar mencari akal dan peluang bisnis, bisa-bisa pabrik ini sudah lama bangkrut”, tuturnya. Selain itu ia juga menyesalkan sikap pemerintah yang cederung pasif terhadap industri meubel rotan Cirebon yang sebenarnya telah menyumbangkan devisa yang tidak sedikit bagi negara. “Seharusnya mereka turut mencari jalan dengan cara mencarikan pasaran untuk penjualan meubel rotan ini”, keluh Sunarto.
Penurunan omset tersebut diakui Kepala Disperindag Kabupaten Cirebon Nunung Sumarsana. Menurut catatannya, pada bulan Agustus dan September, volume ekspor meubel rotan hanya mencapai 640 dan 625 kontainer. “Jumlah tersebut jauh lebih kecil dibandingkan volume ekspor pada bulan lain yang bisa mencapai 1.300-1.600 kontainer perbulan”, tuturnya. Ketika disinggung mengenai kebijakan dibukanya ekspor rotan mentah dan setegah jadi, Nunung mengatakan bahwa hal tersebut memang turut menjadi pemicu turunnya ekspor meubel rotan Kabupaten Cirebon. “Saya juga berharap pemerintah pusat mencabut kebijakan tersebut untuk melindungi industri rotan dalam negeri” kata Nunung.
Ivansyah/TNR