Menurut Burhanuddin, angka pertumbuhan ekonomi sebesar itu belum dapat dijadikan indicator bisa tidaknya Indonesia melewati masa krisis. Apalagi, dilihat dari besaran kredit yang dikucurkan perbankan pun, masih jauh dari target.
Burhanuddin menambahkan, saat ini perbankan nasional mampu menghimpun dana masyarakat hingga sekitar Rp 800 triliun. Namun, hanya sebagian dari dana yang berhasil dikumpulkan tersebut yang disalurkan dalam bentuk kredit kepada masyarakat. Padahal, suku bunga bank juga telah diturunkan. " Ini menandakan bahwa sektor riel memang belum berjalan," tegasnya seraya menambahkan bahwa keadaan itu membuat dana hanya muter-muter di dalam sistem keuangan.
Sebenarnya, menurut Burhanuddin, bank sentral menyetujui realisasi kredit hingga mencapai Rp 103 triliun. Tetapi ternyata sebagian besar dana tersebut tidak ditarik oleh calon investor, karena adanya masalah-masalah yang menyangkut kepastian usaha. Karena itu, perbankan kemudian kembali memasukan ke Sertifikat Bank Indonesia (SBI), karena bank harus membayar bunga simpanan masyarakat. Pertambahan bunga ini menambah lagi likuiditas sistem perbankan. " Ini kan sama artinya bank sentral hanya mengejar-ngejar buntut sendiri," tambah dia.
Lebih jauh Burhanudin memaparkan, bersamaan dengan semakin membaiknya kondisi sosial politik membuat nilai tukar menjadi relatif stabil dan inflasi mengalami kecenderungan menurun yang cukup tajam.
Sampai Agustus 2003, inflasi baru mencapai 2,11 persen dan secara keseluruhan tahun ini diperkirakan berada pada kisaran 5-6 persen. Penurunan laju inflasi dan penguatan nilai tukar rupiah selama 2002 dan 2003, menurutnya, memberikan ruang gerak dan ekspektasi pasar untuk menurunkan suku bunga SBI.
imron rosyid/TNR