Burhanuddin yang ketika itu didampingi oleh Menko Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti, Menteri Keuangan Boediono, dan Ketua Tim Perumus Inpres No. 5 Tahun 2003 Jannes Hutagalung, menyatakan perjanjian tersebut pada intinya menyediakan jaminan dana apabila dirasakan cadangan devisa yang dimiliki Indonesia terlalu sedikit. Nantinya tiga negara, Jepang, Cina dan Korea Selatan akan meminjamkan US$ 1 miliar untuk menambah cadangan devisa Indonesia bila diperlukan. Tapi kalau memang tidak perlu tidak akan kita minta, katanya.
Burhanuddin mengatakan perjanjian dengan Jepang sudah ditandatangani, sementara perjanjian dengan Cina akan menyusul ditandatangani bulan Oktober mendatang. Adapun perjanjian dengan Korea Selatan diperkirakan akan dilangsungkan pada bulan November mendatang. Bentuk kerjasama ini adalah bilateral dan sudah merupakan komitmen dari negara-negara ASEAN ditambah dengan tiga negara tersbut, katanya.
Program ini merupakan bagian dari surat keputusan Gubernur BI sebagai kebijakan susulan yang pararel dengan Inpres Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Paket Kebijakan Ekonomi Menjelang dan Sesudah Berakhirnya Kerjasama dengan IMF. Karena begitu kita memutuskan hubungan dengan IMF maka kita harus melunasi utang-utang kita bukan saja kepada IMF tapi juga kepada negara pemberi pinjaman yang tergabung dalam Paris Club. Dan ini tentu akan menguras devisa, ujar Burhanuddin.
Saat ini, menurut Burhanuddin, Indonesia memiliki cadangan devisa sebesar US$ 35 miliar. Diakhir 2004 diperkirakan jumlahnya berkurang menjadi sekitar US$ 29-30 milyar. Oleh karena itulah diperlukan swap agreement untuk berjaga-jaga kalau sewaktu-waktu kita membutuhkan dana tunai cadangan devisa, katanya.
Bank Indoneia sesuai dengan Surat Keputusan (SK) Gubernur tersebut mengemban dua tugas besar yang terkait dengan dua sasaran pokok Inpres tersebut yakni stabilitas ekonomi makro dan restrukturisasi reformasi sektor keuangan.
Dalam stabilisasi ekonomi makro, kata Burhanuddin, BI memiliki tugas untuk menjaga pertumbuhan dan pemulihan ekonomi yang berkelanjutan dengan rencana tindak menjaga inflasi yang rendah, mengoptimalkan instrumen yang dimiliki, moral persuasion kepada perbankan nasional untuk menurunkan tingkat bunga, serta koordinasi kebijakan fiskal dan moneter.
Selain itu BI juga dibebankan program untuk menjaga nilai tukar yang realistis. Rencana tindak untuk melaksanakan program tersbut adalah dengan konsekuen dalam intervensi dan sterilisasi dalam valuta asing, penyempurnaan pembatasan transaksi rupiah, pembatasan pemberian kredit dalam bentuk valuta asing dalam bank, seta koordinasi antara BI dan pemerintah.
Bank Indonesia juga memiliki tugas untuk melakukan perbaikan sistem perbankan nasional dengan salah satu agenda utamanya adalah penyusunan arsitektur perbankan nasional. Ini merupakan program tersendiri dan jangka panjang. Akhir tahun ini mudah-mudahan drafnya sudah bisa selesai, kata Burhanudin.
Burhanuddin mengemukakan harapannya bahwa perbankan nasional dapat memenuhi 25 Basel Core Principle. Saat ini perbankan Indonesia hanya bisa memenuhi delapan prinsip yang ada, sementara 17 prinsip sisanya status perbankan Indonesia masih setengah dan complied. Didalamnya mencakup prinsip manajemen resiko, penerapan prinsip resiko pasar, dan good governance. Mudah-mudahan akhir tahun 2005 seluruh prinsip tersebut sudah bisa kita penuhi, katanya.
Amal Ihsan - Tempo News Room