Hal itu disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hartadi Sarwono dalam diskusi terbatas tentang EBA di Hotel Dharmawangsa, Rabu (20/8).
Hartadi menjelaskan, saat ini likuiditas masih berputar antara BI dan perbankan. Sehingga kita perlu mentransmisikan kelebihan likuiditas atau ekspansi likuiditas ini kepada kegiatan-kegiatan ekonomi, katanya. Di sinilah EBA berperan dalam mencairkan kebekuan tersebut.
Bank-bank saat ini masih cenderung konservatif untuk memberikan kreditnya. Akibatnya, suku bunga pun masih tergolong tinggi, padahal di sisi lain para pengusaha,--terutama pengusah kecil dan menengah, sangat memerlukan pembiayaan ini. Maka, bila saja kredit yang diberikan kepada mereka bisa disekuritisasi atau diperjualbelikan, resikonya akan tersebar. Kedua, dana yang tadi sudah digunakan oleh bank akan kembali kepada bank tersebut. Sehingga bank punya potensi untuk memberikan kredit lebih besar lagi, ujarnya. Dengan demikian, EBA bisa digunakan sebagai cara untuk mengurangi resiko pembiayaan.
Hartadi juga memberikan contoh. Di Jepang, Bank of Japan mengeluarkan satu ketentuan bahwa untuk jangka waktu tertentu, demi meningkatkan likuiditas dari bank sentral ke sektor riil, bank sentral bisa membeli aset bersekuritisasi yang ada di Jepang. Jadi, bank sentral membeli langsung efeknya tadi, dengan persyaratan EBA tadi harus berkualitas tinggi," katanya. Dengan demikian EBA bisa digunakan sebagai instrumen operasi pengendalian moneter.
(sam cahyadi-kurniawan-TNR)