Pemerintah dan Bank Indonesia mengajukan empat opsi strategi pasca berakhirnya program kerja sama dengan Dana Moneter Internasional (IMF) akhir tahun ini. Ke empat opsi ini akan dibicarakan lebih lanjut dalam sidang kabinet terbatas di Istana Negara siang ini.
Opsi mana yang akan diambil tergantung keputusan (sidang kabinet) siang ini, kata Gubernur BI Burhanuddin Abdullah usai melaksanakan sholat Jumat di masjid BI Jakarta, Jumat (13/6). Pembahasan exit plan itu sendiri, dilakukan antara Menteri Keuangan Boediono dan Burhan di gedung Bank Cetral pagi tadi.
Ia mengatakan ke empat opsi itu, pertama post monitoring program. Artinya, Indonesia berhenti dari program IMF dengan mengikuti kebiasaan pada saat pinjaman masih diatas 300 persen dari quota. Kedua, Stand by program atau Indonesia mengikuti program IMF yang tertuang dalam surat kesanggupan (Letter Of Intent/LOI) tapi tidak ada uangnya. Yaitu shadow program, untuk program yang ini kemungkinannya (dipilih) sangat kecil, ujar Burhanuddin.
Ketiga, Tetap mengikuti program IMF dengan debt relive atau penghapusan hutang yang semakin besar. Tapi, kata Burhanuddin, pilihan ketiga ini juga tidak mungkin akan dipilih. Perhitungan-perhitungan sosial, perhitungan politis sehingga tidak mungkin diambil, ungkapnya.
Keempat, mengikuti post monitoring program seperti biasa tapi dengan format yang dipercepat. Artinya pemerintah akan membayar sekaligus seluruh pinjamannya kepada IMF dan langsung keluar dari program. Namun, menurut dia, Indonesia harus melihat berbagai faktor. Tentu saja melihat cadangan devisa kita bagaimana, neraca pembayaran kita bagaimana, APBN kita bagaimana dan sebagainya, kata gubernur BI.
(SS Kurniawan TNR)