Padahal, lanjut Sjahrir, dalam struktur, BPPN berada di bawah Menteri Keuangan. Dari Menteri Keuangan, baru dibawa ke KKSK. Tetapi yang terjadi sekarang, kata dia, dokumen-dokumen BPPN beredar di lingkungan KKSK bahkan sampai ke Kejaksaan Agung. Dalam keadaan demikian, maka sebetulnya eksistensi BPPN yang hendak melaksanakan pemulihan ekonomi dengan cara mengalihkan perkara yang punya potensi pidana ke masalah perdata itu ditiadakan.
Sjahrir memandang, orang yang bekerja pada BPPN, debitur, obligor atau pemegang saham dari bank akan tetap bisa diperiksa oleh polisi, kejaksaan agung dan semua kalangan. Bahkan dari segi ini sebetulnya mereka tidak melihat keistimewaan BPPN dalam menyelesaikan utang-utang mereka. Dari hal-hal itulah Sjahrir menilai fungsi BPPN tidak optimal.
Namun demikian, KKSK bukanlah penyebab satu-satunya ketidakoptimalan BPPN. Kata Sjahrir, ada faktor-faktor lain yang juga dianggap membuat BPPN tidak berperan optimal. Diantaranya adalah tingkat profesionalisme pada level pimpinan yang semakin melemah, latar belakang pengalaman dan pendidikan praktis tidak ada hubungannya dengan rekapitalisasi perbankan dan restrukturisasi utang.Tidak optimalnya peran BPPN, “akan menyebabkan terhentinya seluruh restrukturisasi utang,” tandas Sjahrir. (Andi Dewanto)