TEMPO.CO, Jakarta - Pola konsumsi energi di Indonesia termasuk dalam kategori boros karena angka pertumbuhan konsumsi energi lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi.
Group Chief Economist of BP, Spencer Dale, mengatakan bahwa umumnya pertumbuhan ekonomi lebih besar daripada pertumbuhan konsumsi energi. Namun, di Indonesia justru berbeda.
Data BP Statistical Review 2017 mencatat pertumbuhan konsumsi energi di Indonesia sebesar 5,9 persen sepanjang 2016, atau lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi pada semester II tahun 2016 yang sebesar 5,18 persen.
Besarnya konsumsi energi untuk menggerakkan perekonomian, menurut Dale, tergolong besar. Hal ini menunjukkan penerapan efisiensi energi masih kurang.
Baca: Menteri Darmin: Pola Konsumsi Masyarakat Mulai Berubah
"Kecepatan kenaikan dari efisiensi energi tergolong kurang di Indonesia dibandingkan negara lain," ujarnya di Jakarta, Kamis, 14 September 2017.
Dari data BP Statistical Review 2017, volume konsumsi BBM Indonesia di 2016 sebesar 1,61 juta barel per hari (bph) atau tumbuh 1,4 persen dari tahun sebelumnya 1,59 juta bph.
Untuk gas, konsumsi gas alam di Indonesia pada 2016 turun 7 persen dengan volume 37,7 miliar kubik meter. Sementara itu, konsumsi batu bara menyentuh pertumbuhan tertinggi dengan 22,2 persen pada 2016 dengan volume 62,5 juta ton setara minyak (million tonnes oil equivalent/mtoe).
Menurut Dale, kondisi akan lebih baik bila pemerintah bisa membalik keadaan ketika pertumbuhan ekonomi yang lebih besar dari pertumbuhan konsumsi energi. Dengan demikian, perekonomian bisa tumbuh dengan pola konsumsi energi yang lebih efisien.
"Perekonomian bisa tumbuh menggunakan pertumbuhan konsumsi energi yang lebih rendah, yang merupakan hal baik, karena itu berarti Anda bisa menjadi lebih efisien secara ekonomi," katanya.