TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Ikatan Penerbit Indonesia atau IKAPI Rosidayati Rozalina meminta pemerintah mencabut pajak untuk industri penerbitan buku. Pajak yang dibebankan kepada penulis dan industri penerbitan meresahkan penulis, termasuk Tere Liye. Tere Liye menyatakan akan berhenti menulis karena tingginya pajak yang dibebankan pemerintah.
“Kalau kami inginnya tidak ada pajak untuk buku. No tax for knowledge,” kata Rosidayati saat ditemui Tempo, di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Sabtu 9 September 2017.
Rosidayati mengatakan ada beberapa pajak berlapis yang dibebankan pemerintah kepada penerbit untuk menerbitkan satu buku. Seperti Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Kertas, Pajak percetakan dan pajak penghasilan.
“Mulai dari kertas kita harus pajak, penulis, penjualan juga, percetakan juga ada pajaknya. Jadi memang pajaknya berlapis,” ujar
Jika pajak untuk penerbitan tidak bisa dicabut sepenuhnya, Rosi mengatakan setidak-tidaknya PPN bisa dihapuskan. Rosidayati juga meminta pemerintah menghapus pajak pertambahan nilai (PPN) buku.
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 122/PMK.011/2013, buku-buku pelajaran umum, kitab suci, dan buku-buku pelajaran agama dibebaskan dari pengenaan PPn. Rosidayanti meminta pembebasan pajak tersebut tidak hanya diperuntukkan bagi buku pelajaran dan agama tetapi juga semua jenis buku.
“Minimal PPN, PPN pada saat penjualan itu yang mungkin bisa dihapuskan, kalau bisa semua buku itu tidak ada PPN lah saat penjualan," kata dia.
Baca juga: Kasus Tere Liye, Penerbit: Pajak Buku Besar, Hiburan Tidak Kena
Rosidayanti mengatakan pajak untuk buku harus dihapuskan agar masyarakat dapat membeli buku dengan harga yang lebih murah. Dengan buku yang terjangkau, diharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang lebih lengkap dan tidak setengah-setengah. “Kalau orang lebih suka baca di gadget, dapat informasi sepotong-sepotong itu yang tidak kami harapkan kan,” kata Rosidayati.
Rosidayati mengatakan, masalah di industri perbukuan tidak hanya perihal pajak tinggi saja, tetapi juga pembajakan. Pembajakan adalah permasalahan pelik yang masih sulit diberantas, karena permintaan atas buku bajakan juga tinggi. Oleh karena itu, dengan dicabutnya pajak buku, diharapkan masyarakat dapat membeli buku asli dengan harga murah.
"Pembajakan buku ada demand-nya. Masyarakat ingin buku murah tetapi lewat cara yang salah. Sehingga harapannya kalau pajak untuk buku dicabut, buku jadi lebih murah dan masyarakat tidak beli buku bajakan lagi," ujarnya.
Penulis buku Tere Liye memutus kontrak penerbitan bukunya dengan Gramedia Pustaka Utama dan Republika. Penulis buku "Negeri Para Bedebah", "Burlian", "Rindu", dan "Negeri di Ujung Tanduk". Penulis bernama asli Darwis ini keberatan dengan pungutan pajak yang terlalu tinggi.
Dari hasil hitungannya, kata Tere Liye, penulis harus membayar pajak 24 kali lebih tinggi dibanding pengusaha usaha mikro kecil dan menengah. Artinya dua kali lebih besar dibanding profesi pekerjaan bebas.
ALFAN HILMI