TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Jumat pagi, 8 September 2017, tercatat Rp 13.300 per dolar Amerika Serikat (AS).
"Menguatnya rupiah di tengah sentimen global yang bervariasi, menunjukkan kondisi di dalam negeri cukup kondusif," kata Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, di Jakarta.
Ia mengatakan bahwa defisit anggaran pada akhir Agustus 2017 yang rendah dibandingkan periode sama tahun sebelumnya, serta peluang ekonomi Indonesia menjadi lima besar oleh Pricewaterhouse Coopers (PwC), dan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) yang tetap optimistis, menjaga pergerakan rupiah.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan defisit anggaran pada periode akhir Agustus 2017 telah mencapai 1,65 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) atau sekitar Rp 224,3 triliun, lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang sebesar 2,09 persen dari PDB.
Baca: Rupiah Ditutup Menguat 26 Poin di Rp 13.307 per Dolar AS
Sementara itu, Bank Indonesia mengemukakan dalam surveinya bahwa keyakinan konsumen pada Agustus 2017 tetap berada pada level yang optimis. Hal tersebut tercermin dari Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Agustus 2017 yang tetap tinggi sebesar 121,9, meskipun lebih rendah 1,5 poin dari bulan sebelumnya yang sebesar 123,4.
Analis Monex Investindo Futures, Agus Chandra, menambahkan proyeksi data neraca perdagangan Tiongkok yang akan mencatatkan pelebaran surplus, turut berdampak positif pada fluktuasi mata uang di kawasan Asia, termasuk rupiah.
"Data ekonomi Tiongkok yang positif berpotensi memicu penguatan mata uang berbasis komoditas, salah satunya rupiah," katanya.
Pada Kamis sore kemarin, 7 September 2017, nilai tukar rupiah ditutup menguat 0,20 persen atau 26 poin di Rp 13.307 per dolar AS.
ANTARA