TEMPO.CO, Jakarta - Penulis novel Asma Nadia mempertanyakan kebijakan pemerintah terkait pajak penghasilan bagi penulis sebesar 15 persen. Menurut Asma, besaran pajak tersebut tidak sebanding dengan pengawasan pemerintah terhadap pembajakan buku yang merajalela.
Asma mengeluhkan sikap pemerintah yang terkesan membiarkan menjamurnya buku bajakan di toko dan media daring. “Perlindungan terhadap para penulis dari pembajakan masih minim. Kalau ada pajak, tolong hak cipta dan kreativitas dari teman-teman penulis dilindungi,” kata Asma ketika ditemui Tempo di Jakarta Convention Center, Jakarta Selatan, Kamis 7 September 2017.
Asma mengeluhkan ketidakadilan pemerintah yang menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158/PMK.010/2015 tentang kriteria jasa kesenian dan hiburan yang tidak dikenai pajak pertambahan nilai. Tetapi untuk industri penerbitan buku malah pajaknya besar. Menurut penulis kelahiran 26 Maret 1972 itu, seharusnya pajak untuk buku bisa lebih rendah karena buku mencerdaskan masyarakat.
Menurut Pendiri Forum Lingkar Pena tersebut, pajak untuk penulis tidak sebanding dengan yang dikenakan bagi pengusaha Usaha Kecil Menengah (UKM). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013, pengusaha UKM hanya mendapatkan pajak satu persen. Sedangkan untuk penulis dengan hanya mendapatkan keuntungan Rp 200 ribu saja sudah harus dipotong pajak. “Pajak satu persen buat pengusaha UKM, dan penulis 15 persen, itu gimana?” kata penulis buku Assalamualaikum Beijing tersebut.
Kawan-kawan Asma yang juga merupakan penulis sudah sering mengeluh kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Keuangan. Tetapi adik penulis Helvy Tiana Rosa itu mengatakan tidak ada tanggapan serius dari pemerintah dan kepengurusannya berbelit-belit.
Asma mengimbau pemerintah untuk menurunkan pajak di industri buku. Menurut ibu tiga anak tersebut, jika pajak buku dicabut, maka harga buku akan menjadi lebih murah. “Bayangkan kalau itu dihilangkan itu harga buku akan jauh lebih turun dan banyak orang yang membeli buku,” kata Asma.
Asma mengucapkan rasa terima kasih kepada penulis buku Tere Liye yang telah berani bersuara perihal tingginya pajak royalti bagi penulis buku. Pendiri Rumah Baca Asma Nadia itu mengatakan, Tere telah mewakili suara-suara penulis lain di Indonesia. “Dia jadi martir kan. Dia pasang badan buat temen-temen penulis,” kata Asma.
Meskipun berterima kasih, Asma mengaku dirinya sedih dengan keputusan yang diambil Tere Liye yaitu berhenti menerbitkan buku. Karena Tere Liye berhenti menulis di buku, maka akses masyarakat terhadap tulisan-tulisan Tere Liye akan semakin terbatas.“Kalau dia tidak lagi menulis di buku maka mereka yang selama ini tidak bisa mengakses ke internetnya akan kehilangan,” kata Asma.
ALFAN HILMI