TEMPO.CO, Jakarta - Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, Rabu sore, 6 September 2017, bergerak menguat tipis enam poin menjadi Rp 13.332 dibanding sebelumnya di posisi Rp 13.338 per dolar Amerika Serikat.
Research analyst FXTM, Lukman Otunuga, mengatakan penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika dipengaruhi sentimen inflasi Indonesia yang terjaga.
"Laju inflasi tahunan masih berada dalam target Bank Indonesia di kisaran 3-5 persen," katanya di Jakarta.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat deflasi Indonesia pada Agustus 2017 sebesar 0,07 persen. Dengan demikian, tingkat inflasi tahun kalender (Januari-Agustus) 2017 sebesar 2,53 persen dan tingkat inflasi tahun ke tahun (Agustus 2017 terhadap Agustus 2016) 3,82 persen.
Fokus selanjutnya, dia menambahkan, perhatian investor akan tertuju pada rilis indeks keyakinan konsumen Indonesia. Data itu, kata dia, akan memberi gambaran terhadap perekonomian Indonesia.
"Peningkatan keyakinan akan memperkuat mata uang rupiah," ucapnya.
Analis Binaartha Sekuritas, Reza Priyambada, menuturkan harga minyak mentah dunia yang bergerak menguat turut menjadi salah satu faktor penopang mata uang domestik.
Harga minyak jenis WTI Crude terpantau menguat 0,45 persen menjadi US$ 48,80 per barel, dan Brent Crude naik 0,45 persen menjadi US$ 53,62 per barel.
Di sisi lain, dia menambahkan, penguatan rupiah juga turut terbantu dengan adanya penyelenggaraan International Conference and Call for Paper 2017 yang dinilai mampu memperkuat jaringan antara pemerintah, akademisi, dan pelaku bisnis, khususnya di sektor perdagangan.
"Hal itu diharapkan membuat barang-barang yang dihasilkan di Indonesia diterima global, yang pada akhirnya memperkuat nilai tukar rupiah," tuturnya.
Dalam kurs tengah Bank Indonesia pada Rabu, nilai tukar rupiah tercatat bergerak melemah ke posisi Rp 13.337 dibanding posisi sebelumnya, Rp 13.336 per dolar Amerika.
ANTARA