TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah diminta melibatkan pelayaran rakyat dalam program nasional tol laut. Para pengusaha yang terlibat dalam pelayaran rakyat merasa tidak dilibatkan sejak program tol laut berjalan.
"Kami ingin berperan di tol laut pemerintah sebagai feeder," kata Amda, Ketua Bidang Hukum Dewan Pimpinan Pusat Persatuan Pengusaha Pelayaran Rakyat Indonesia (Pelra), seusai bertemu Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu, 6 September 2017.
Baca: Pelayaran Jalur ASEAN, Rute Dumai Malaysia Akan Dibuka
Amda mengatakan tol laut yang ada saat ini hanya menghubungkan jalur laut dari pelabuhan besar ke pelabuhan besar. Sementara daerah-daerah terpencil belum terhubung, meskipun oleh kapal perintis. Karena itulah para pengusaha meminta mereka dilibatkan sebagai feeder dalam program tol laut.
Ketua Umum DPP Pelra Sudirman Abdullah mengatakan sejak program tol laut diluncurkan, terjadi penurunan muatan barang pada pelayaran rakyat. Penurunannya mencapai 20 persen. "Sampai sekarang mungkin yang bisa saya lihat ke Pelabuhan Sunda Kelapa saja. Perahu itu berjejer menumpuk," kata Sudirman.
Baca: Cina Bakal Kuasai Pelayaran di Pasifik
Sudirman mengatakan sebenarnya dari segi bisnis, keberadaan tol laut seharusnya menguntungkan. Namun dalam kenyataan di lapangan justru, banyak pelayaran rakyat yang justru mengalami kekurangan muatan. Sebab, muatan-muatan barang yang sebelumnya diangkut pelayaran rakyat kini diambil alih kapal kontainer dan kapan lainnya.
Saat ini ada sekitar 1.500 kapal pelayaran rakyat milik pengusaha yang tergabung dalam Pelra. Mereka tersebar di seluruh Indonesia dengan ukuran kapal 35-500 GT. Wilayah dominan di wilayah Indonesia Timur adalah Makassar, Kalimantan, NTT. Sementara untuk Indonesia Barat adalah Jakarta, Riau, Palembang. Untuk Indonesia Tengah adalah Surabaya dan Gresik, yang banyak mengirim barang ke Kalimantan.
Pembina DPP Pelra, Chandra Motik Yusuf, mengatakan aturan soal pelayaran rakyat sudah ada dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Namun hanya ada tiga pasal dalam UU ini. Pasal-pasal itu pun dianggap tidak terlalu konkret dalam pelaksanaannya di lapangan. "Kami harapkan sebenarnya turunan dari UU itu juga dibuat," kata Chandra.
Chandra mengatakan turunan UU yang berisi soal aturan pelayaran rakyat itu diperlukan agar pelayaran rakyat terlindungi. "Dalam arti kata, tetap kapal dengan tradisional tapi ada kelebihan-kelebihan yang diberikan kepada pelayaran rakyat," kata Chandra.
AMIRULLAH SUHADA