TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah membidik sejumlah negara dari tiga kawasan untuk bisa mendanai proyek-proyek infrastruktur dengan skema pembiayaan investasi non anggaran (PINA). Tiga kawasan yang dimaksud adalah Amerika Utara, Eropa, dan Australia.
"Negara-negara di tiga kawasan tersebut, memiliki potensi dana-dana jangka panjang yang dapat dimanfaatkan untuk pembiayaan proyek infrastruktur yang tengah digenjot pemerintahan saat ini," kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Bambang Brojonegoro di Jakarta, Selasa, 5 September 2017.
Bambang menambahkan, Cina yang saat ini memiliki dana besar justru tidak termasuk dalam incaran pembiayaan ekuitas dari luar negeri. PINA, menurut Bambang, terutama ditujukan untuk equity financing dan masih terus berproses. “Target utamanya bukan Cina.”
Menurut Bambang, PINA lebih ditargetkan menjaring pembiayaan dari Amerika Utara, Eropa, dan Australia. “Cina ini mungkin sifatnya lebih kepada FDI, jadi investasi langsung di dalam infrastruktur," ujarnya.
PINA menjadi alternatif skema pembiayaan yang penting dan menjadi instrumen yang dapat menguntungkan bagi pemerintah dan investor. Skema PINA memiliki potensi investasi yang terdiri atas 20-30 persen pembiayaan dari total ekuitas (equity financing), 70-80 persen pinjaman proyek (project loan) dan obligasi infrastruktur.
Dalam skema PINA, pemerintah juga tidak perlu menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) untuk membangun proyek-proyek infrastruktur.
Keberadaan PINA bertujuan untuk mendorong keterlibatan swasta sebagai investor dalam pembangunan infrastruktur. Besarnya kebutuhan investasi di infrastruktur mendorong pemerintah untuk mengajak keterlibatan sektor swasta sebagai equity investor.
Ke depannya, Bappenas akan mendorong skema PINA karena sangat besar potensinya untuk mempercepat pembangunan infrastruktur yang merata di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun ini, sepuluh proyek infrastruktur dengan total nilai sekitar Rp 200 triliun diharapkan dapat memperoleh pembiayaan dengan skema PINA tersebut dan diproyeksikan naik dua kali lipat atau sekitar Rp 400 triliiun untuk 20 proyek.
ANTARA