TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan utang pemerintah telah dikelola dengan hati-hati, terutama bila dibandingkan dengan sejumlah faktor di negara lain. Salah satu faktornya adalah rasio utang Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB).
Baca juga: Utang Indonesia 3.780 T, Sri Mulyani: 62 Persen dari Masyarakat
Sri Mulyani menyatakan rasio utang Indonesia terhadap PDB terhitung rendah dibanding negara anggota G-20. "Rasionya 28 persen. Satu tingkat di bawah Rusia yang 17 persen," ujarnya saat rapat bersama Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat di Jakarta, Senin, 4 September 2017.
Rasio utang terhadap PDB Filipina tercatat 34 persen dan Thailand 42 persen. Indonesia juga masih lebih unggul jika dibandingkan dengan negara maju, seperti Amerika, yang memiliki rasio utang terhadap PDB 107 persen, dan Jepang, yang mencapai 239 persen.
Menurut Sri Mulyani, rasio utang per kapita Indonesia pun rendah. PDB per kapita Indonesia pada Mei 2017 mencapai US$ 3.604, tapi utang per kepala US$ 1.004. Sedangkan Jepang memiliki pendapatan per kapita hampir US$ 40 persen, rapi dibebani utang US$ 93 ribu.
Sri Mulyani mengatakan utang Indonesia pun masih lebih kecil jika dibandingkan dengan negara yang kaya sumber daya alam. Qatar, misalnya, masuk kategori negara dengan rasio utang terhadap PDB 30-60 persen, sementara Indonesia kurang dari 30 persen. "Jadi mau dilihat dari sudut apa pun, Indonesia tetap prudent (hati-hati)," ucapnya.
Utang Indonesia dalam kondisi aman dipicu angka defisit yang kecil dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. PDB Indonesia pada April 2017 mencapai 5,6, persen dengan defisit fiskal 1,6 persen.
Dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara 2017, pemerintah menargetkan defisit 397,23 triliun atau 2,92 persen terhadap PDB. Utang pemerintah hingga Juli 2017 mencapai Rp 3.779,98 triliun.
Utang pemerintah itu terdiri atas Surat Berharga Negara (SBN) Rupiah sebesar Rp 2.206,1 triliun atau 58,4 persen, SBN Valas Rp 838,9 triliun atau 22,2 persen, pinjaman luar negeri Rp 729,6 triliun atau 19,3 persen, dan pinjaman dalam negeri Rp 5,4 triliun atau 0,1 persen.
VINDRY FLORENTIN