TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tak menampik banyak kehilangan potensi penerimaan negara dari unsur dividen negara. Musababnya, diperkirakan ada 21 dari 100 lebih badan usaha milik negara yang mengalami kerugian. “Karena rugi, maka dipastikan tidak setor dividen,” katanya di Kompleks Parlemen, Rabu, 30 Agustus 2017.
Mewakili Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno, Sri Mulyani memaparkan target penerimaan dividen hingga semester pertama sudah tercapai Rp 32 triliun dari target Rp 43,7 triliun. Meski begitu, target tersebut diyakini bisa tercapai dan tumbuh enam persen dari tahun lalu. Karena itu, dia juga berharap Komisi VI terus mengawasi kinerja para BUMN agar tetap akuntabel.
Meski begitu, Sri Mulyani mengapresiasi kepatuhan pajak para perusahaan pelat merah. Sejak 2013, setoran pajak yang diterima negara meningkat dari Rp 194 triliun menjadi Rp 211 triliun. “Pembenahan memang harus terus dilakukan, terutama soal sumber daya manusia agar bisa mengikuti sistem pegawai negeri,” ujarnya.
Dari 21 BUMN yang diproyeksikan tak setor dividen, beredar nama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk, PT Kimia Farma (Persero) Tbk, dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang berkinerja jeblok lantaran kalah saing dengan swasta. Perum Bulog dan PT Pertamina (Persero) harus menderita kerugian lantaran menjalankan tugas negara menstabilkan harga pangan dan bahan bakar minyak.
Sekretaris Kementerian BUMN Imam Putro menyatakan bakal memantau betul kinerja semua BUMN. Kementerian, kata dia, menghitung ada 24 BUMN yang masih merugi hingga semester pertama 2017. Bahkan sembilan di antaranya dalam status sakit, seperti PT Merpati Nusantara Airlines (Persero), PT Kertas Leces (Persero), PT Pengembangan Armada Niaga Nasional (Persero), dan PT Iglas (Persero).
Imam tak menampik buruknya kinerja BUMN yang merugi tak lepas dari kemampuan sumber daya manusia. Selain itu, inefisiensi operasional yang menyebabkan besar pasak daripada tiang menjadi salah satu faktor utama. “Pembinaan pasti kami ketatkan. Kalau perlu, lakukan restrukturisasi agar BUMN rugi hilang,” ucapnya.
Selain mengingatkan urusan persaingan, anggota Komisi VI Iskandar Syaichu mengatakan pemerintah perlu mengawasi proyek pemerintah agar benar-benar dirasakan masyarakat. Menurutnya, saat ini ada anomali, yakni proyek infrastruktur jalan dan kereta api negara justru dinikmati pengembang swasta di Cikarang. “Itu proyek ada penyertaan modal negara. Tidak elok,” tuturnya.
Komisi VI juga meminta Kementerian BUMN bisa membentengi campur tangan asing. Anggota Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Rieke Diyah Pitaloka menilai PT Pelindo II dan Krakatau Steel terlihat amat patuh terhadap investornya yang berasal dari Hong Kong dan Korea Selatan. “Jangan nanti malah dicaplok semua,” katanya.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara Kementerian Keuangan Isa Rachmatawarta mengatakan, dalam revaluasi aset negara terbaru, setidaknya ada nilai kepemilikan negara dalam BUMN sekitar Rp 2.591 triliun. Nilai itu juga termasuk komponen hak kekayaan intelektual. “Dari data yang paling update ini, bisa diciptakan juga nilai tambah untuk penerbitan SBSN (Surat Berharga Syariah Negara),” kata Isa.
ANDI IBNU