TEMPO.CO, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan akan mengeluarkan surat edaran mengenai aturan pinjam-meminjam (peer to peer lending), khusus untuk financial technology atau fintech sebagai penyedia jasa keuangan berbasis teknologi. Dalam surat ini, menurut Direktur Pengaturan Perizinan dan Pengawasan Fintech OJK Hendrikus Passagi, ada beberapa hal yang diatur, seperti kontrak pinjam-meminjam kedua belah pihak dan penanganan untuk risiko gagal bayar utang.
Selain skema pinjam-meminjam, OJK akan merilis surat edaran yang mengatur penggunaan aplikasi elektronik bagi pengguna layanan pinjam-meminjam melalui perusahaan fintech. Hendrikus mengatakan aplikasi ini akan berisi data berupa PIN, rekaman sidik jari, pindaian wajah dan retina mata, serta konferensi video saat nasabah melakukan akad pinjam-meminjam. “Kami membangun sistem terintegrasi,” ujar Hendrikus dalam diskusi di Hotel Alaya Midplaza, seperti dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu 30 Agustus 2017.
Simak: Mandiri Capital Indonesia Danai Startup Fintech Amartha
Hendrikus mengatakan dua aturan ini akan melindungi nasabah pengguna fintech. Dia berharap di masa mendatang layanan pinjam-meminjam berbasis teknologi informasi ini bisa terus berkembang dan memudahkan masyarakat.
OJK berharap perusahaan fintech bisa segera membuat aplikasi elektronik untuk pinjam-meminjam serta menjalankan skema untuk menjaga berbagai risiko. Hingga saat ini, sudah ada 16 perusahaan fintech yang terdaftar di OJK. Sebanyak 44 perusahaan sedang dalam proses untuk terdaftar dan 35 lainnya baru akan mendaftar.
Saat ditemui di Yogyakarta, Senin lalu, Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan siap meluncurkan peraturan untuk mendukung perkembangan industri fintech pada triwulan IV tahun ini. “Peraturan BI mengenai fintech bisa hadir bersamaan dengan regulatory sandbox,” ucapnya seperti dikutip dari Antara. Menurut Mirza, peraturan ini memberikan arahan kepada pelaku industri ekonomi digital agar tumbuh secara sehat dan memberikan layanan memadai untuk nasabahnya.
Mirza menyatakan peraturan ini memberikan kesempatan kepada pelaku bisnis rintisan (startup) di sektor finansial untuk meluncurkan inovasi produk, jasa, dan model bisnis yang matang. Melalui peraturan tersebut, Bank Indonesia bisa memberikan dukungan penuh terhadap pengembangan fintech, terutama bagi layanan jasa keuangan yang termitigasi dengan tetap memperhatikan risiko.
Berdasarkan data Statistik, nilai transaksi dari industri fintech di Indonesia mencapai US$ 15,02 miliar (Rp 200,4 triliun) pada 2016 atau tumbuh 24,6 persen dari tahun sebelumnya. Total nilai transaksi tahun ini diperkirakan bisa mencapai US$ 18,65 miliar (Rp 248,9 triliun). Sejak November tahun lalu, Bank Indonesia membuka Fintech Office sebagai wadah asesmen, mitigasi risiko, dan evaluasi atas model bisnis dan produk sektor ini.
HENDARTYO HANGGI | FERY F