TEMPO.CO, Jakarta - Cina akan memiliki perusahaan listrik terbesar di dunia dengan kapasitas produksi 225 gigawatt per tahun. Kabar yang dilansir CNBC menyebutkan perusahaan listrik raksasa ini akan berdiri setelah merger antara China Guodian dan perusahaan batu bara Shenhua Group rampung tahun ini.
Pemerintah Cina merilis izin merger dua perusahaan itu di Beijing pada Senin lalu waktu setempat. China Guodian dan Shenhua akan membentuk perusahaan gabungan bernama National Energy Investment Corp, yang mengoperasikan beberapa tambang batu bara dan pembangkit listrik besar.
Menurut analis Wood Mackenzie, Frank Yu, kapasitas produksi perusahaan ini lebih besar ketimbang dua raja saat ini, Electricite de France SA (EDF) dari Prancis dan Enel SpA asal Italia. “EDF memiliki kapasitas terpasang 137,5 gigawatt pada 2016 dan Enel memiliki 83 gigawatt,” kutip dari situs CNBC yang dilansir Koran Tempo edisi Rabu 30 Agustus 2017.
Simak: 11 Perusahaan Batal Kontrak Jual-Beli Listrik dengan PLN
Perusahaan baru ini akan menjalankan pembangkit listrik dengan mayoritas sumber energi batu bara. Selain memproduksi listrik dalam skala raksasa, National Energy Investment Corp diperkirakan akan memiliki aset US$ 271 miliar (Rp 3.609,8 triliun). Selama ini, Shenhua menguasai aset senilai 1,014 triliun yuan dan memproduksi batu bara sebanyak 290 juta ton per tahun.
Perusahaan ini juga memiliki pembangkit dengan kapasitas produksi 82 gigawatt. Sedangkan Guodian memiliki total aset 803 miliar yuan dengan produksi listrik 145 gigawatt.
Sebagai bagian dari rencana merger, China Shenhua Energy—anak usaha Shenhua Group—akan mengambil alih kepemilikan saham GD Power Development Co, perusahaan milik Guodian yang terdaftar di Bursa Efek Shanghai. Lantaran isu akuisisi ini, sejak 5 Juni lalu, perdagangan saham GD Power terkena suspensi atau dihentikan.
Konsolidasi dua perusahaan ini berlangsung di tengah upaya Presiden Cina Xi Jinping untuk mengurangi ketergantungan pada sumber energi batu bara untuk pembangkit listrik. Pemerintah Cina berusaha meningkatkan penggunaan gas alam, tenaga angin, energi surya, hingga pembangkit listrik tenaga air dan nuklir demi mewujudkan penyediaan energi bersih dan terbarukan.
Karena itu, analis BNEF, Sophie Lu, memperkirakan 23 persen dari energi yang dipasok perusahaan gabungan ini berasal dari sumber energi terbarukan. "Ini sangat penting bagi Shenhua karena energi terbarukan masih dijamin oleh regulator, berbeda dengan prospek pembangkit listrik berbahan bakar batu bara yang bisa semakin terdesak keberadaannya," kata dia.
Lebih jauh, Lu memandang merger ini sebagai bagian dari serangkaian rencana konsolidasi perusahaan listrik oleh pemerintah Cina. Sedangkan Frank Yu berpendapat, Xi Jinping dan kabinetnya tengah mencari cara untuk mengembangkan sumber energi yang lebih besar, seperti nuklir, dengan cara menggabungkan perusahaan listrik.
"Mega-merger ini bertujuan membentuk perusahaan energi yang lebih besar, sehingga bisa melakukan lindung nilai terhadap risiko pasar listrik berbasis batu bara hingga menjual teknologi nuklir. Pasarnya pun bisa berkembang hingga ke negara lain di Asia," kata Yu.
Selain Guodian dan Shenhua, saat ini ada dua perusahaan Cina yang tengah menjajaki peluang merger, yakni China Huaneng Group, produsen listrik berbahan bakar batu bara terbesar, dan State Power Investment Corp (SPIC), perusahaan yang menguasai teknologi nuklir. Mei lalu, Komisaris SPIC, Wang Binghua, mengatakan tengah mendekati Huaneng untuk membicarakan peluang konsolidasi.
FERY FIRMANSYAH