TEMPO.CO, Jakarta - Komisi VII DPR RI mengapresiasi hasil renegosiasi final antara pemerintah dan PT Freeport Indonesia (PTFI). Namun, Komisi VII meminta pemerintah bersikap tegas agar kesepakatan tersebut berjalan dengan konsisten sekaligus menjadikan momentum untuk memperkuat posisi nilai tawar Indonesia ke depan.
“Kita mengapresiasi hasil kesepakatan itu. Pemerintah tetap harus tegas dan Freeport harus tunduk atas hasil renegosiasi tersebut. Kini saatnya menaikkan posisi tawar Indonesia terhadap Freeport,” kata Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Satya Widya Yudha mengatakan, kepada wartawan, di Jakarta, Selasa 29 Agustus 2017.
Baca: Empat Poin Kesepakatan Freeport Indonesia dan Pemerintah
Poin utama dalam hasil kesepakatan tersebut yakni kewajiban divestasi saham milik Freeport sebesar 51 persen untuk kepemilikan Nasional. Setya mengatakan, legislatif akan mendorong pemerintah agar membuka ruang bagi perusahaan negara (BUMN) dan perusahaan-perusahan swasta nasional dalam penguasaan saham divestasi Freeport tersebut. “Kita dorong pemerintah untuk memberi kesempatan bagi BUMN dan swasta nasional. Seharusnya BUMN dan swasta nasional sanggup,” paparnya.
Sehingga kedepan, kata Satya, sudah tidak ada lagi istilah kekuasaan asing dalam pengelolaan PT Freeport Indonesia. Divestasi saham PTFI sebesar 51 persen menjadi cerminan bahwa sudah saatnya BUMN maupun swasta nasional mengambil peran yang cukup penting.
Simak: Freeport Indonesia Memilih Berstatus IUPK
Hasil kesepakatan final renegosiasi tersebut menghasilkan empat poin penting. Pertama, landasan hukum yang mengatur hubungan pemerintah dengan PTFI adalah IUPK, bukan kontrak karya (KK). Kedua, divestasi PTFI sebesar 51 persen untuk kepemilikan nasional. Ketiga, PTFI berkewajiban membangun fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) selama lima tahun atau maksimal pada Januari 2022. Dan keempat, stabilitas penerimaan negara, yakni penerimaan negara secara agregat lebih besar dibanding penerimaan melalui KK selama ini.
Politikus Partai Golkar ini mengatakan, terkait perpanjangan kontrak yang diberikan kepada Freeport yaitu 2x10 tahun hingga tahun 2041. Maka, kata dia, dalam kesepakatan renegosiasi tidak serta merta memperpanjang masa operasi tersebut yang dikabulkan oleh Pemerintah, jika PTFI tidak patuh merealisasikan empat poin penting dalam kesepakatan itu.
“Asalkan Freeport Indonesia benar-benar berpegang pada komitmennya terhadap poin-poin hasil final renegosiasi dengan Pemerintah.” Ucapnya.