TEMPO.CO, Semarang - Petani garam di Kabupaten Jepara menyatakan saat ini adalah puncak musim musim kemarau yang mampu meningkatkan produksi. Produksi garam petani tambak di Jepara meningkat hingga 130 ton per hektare dalam kurun waktu 3 hari.
“Naik jauh (tinggi) dari awal bulan Agustus dan bulan sebelumnya yang hanya mampu memproduksi 2 kwintal,” kata Ketua Usaha Bersama Petani Garam Kabupaten Jepara, Laviq, hari ini, Selasa, 29 Agustus 2017.
Laviq menuturkan, panas terik maksimal diimbangi angin besar saat puncak kemarau saat ini membuat proses produksi garam lebih mudah. Petani hanya cukup memproses kristalisasi air laut di lahan tambak selama tiga hari. “Kalau sebelumnya hingga empat hari, itu pun hasilnya kurang dari tiga kwintal per hektare,” kata Laviq.
Baca: Garam Langka, Jokowi Panggil Menteri dan PT Garam
Meski produksi meningkat ia menyatakan harga garam produksi petani Jepara masih tinggi, di tingkat petani Jepara masih dihargai Rp 120 ribu per tombong ukuran 80 kilo gram. Meurut Laviq, harga yang masih stabil itu akibat tingginya permintaan garam asal Lampung.
Tercatat saat ini ada sekitar 500 hektare lahan tambak di Kabupaten Jepara untuk memproduksi garam. Laviq berharap tingginya produksi garam itu tak membuat pemerintah mengimpor garam asing hingga musim penghujan nanti.
Simak: Krisis Garam di Indonesia, Apa Sebabnya?
“Ini saatnya kami menikmati hasil, karena dua tahun sebelumnya selalu gagal panen karena kemarau basah,” katanya.
Para petani garam di Jepara hanya mampu memproduksi secara efetif garam selama tiga bulan antara Juli-Agustus dan September. Jika cuaca panas sedang baik, rata-rata produksinya mencapai 130 ton.
Anggota komisi perekonomian, pertanian dan kelautan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Riyono meminta agar distributor atau pedagang besar tak memanfaatkan garam impor untuk memainkan psikologi harga. “Impor selalu jadi alasan para distributor untuk menekan petani, padahal kebutuhan garam tetap tinggi,” kata Riyono.
Menurut dia, selama ini kebutuhan garam nasional setiap tahun masih kurang. Dengan begitu garam petani masih layak dibeli dengan harga standar. Catatanya menunjukan kebutuhan garam nasional per tahun mencapai 4 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 143 ribu ton. “Artinya dengan hadirnya impor garam impor pertama sebanyak 75 ribu ton ini masih kurang,” kata Riyono menjelaskan.
Ia memastikan, upaya pemerintah menghadirkan garam impor saat ini hanya menstabilkan kebutuhan. “Sebenarnya garam petani masih dibutuhkan, ini riil kebutuhan lapangan masih kurang,” katanya.
EDI FAISOL