TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia dan Malaysia akan membicarakan masalah tentang pengiriman minyak kelapa sawit (CPO) berbasis biodiesel ke Cina.
Pada Kamis, 24 Agustus 2017, Menteri Industri Perkebunan dan Komoditas Malaysia Mah Kew Siong mengatakan kedua negara akan berdiskusi untuk mengekspor CPO ke Cina. Pasalnya, Cina ingin menerapkan program biodiesel campuran 5 persen dengan solar atau B5. "Cina mencari biodiesel karena akan meningkatkan kontrol lingkungan. Jika B5 diterapkan, itu menciptakan pasar CPO yang besar," kata Mah Kew Siong.
Karena itu, menurut Siong, Indonesia dan Malaysia perlu bekerja sama untuk memenuhi permintaan Cina. Mah Kew Siong juga menyatakan Malaysia ingin memperluas pasar biodiesel ke negara-negara lain, seperti India dan Filipina.
Analis PT Asia Trade Point Futures, Deddy Yusuf Siregar, mengatakan program B5 yang direncanakan Cina akan menciptakan kebutuhan CPO baru sebesar 9 juta ton per tahun. Artinya, Cina menjadi pasar potensial untuk meningkatkan ekspor CPO dari Indonesia.
Baca: Kunjungi Rusia, Menteri Enggar Bawa Misi Diplomasi Minyak Sawit
Menurut Deddy, program B5 Cina juga menjadi harapan baru untuk menopang harga CPO dalam jangka panjang. Pasalnya, pasar berkali-kali melakukan aksi jual karena melihat proyeksi kenaikan produksi CPO pada 2017.
Bahkan ada peluang volume suplai semakin bertumbuh dalam beberapa periode mendatang setelah terhambat EL Nino pada 2016 silam. "Kans naiknya harga CPO tahun ini terhalang oleh proyeksi pertumbuhan produksi," ujarnya.
Pada tahun ini, produksi miyak kelapa sawit Indonesia diperkirakan naik 12,69 persen year on year (yoy) menjadi 35,5 juta ton. Sementara suplai baru dari Malaysia diprediksi bertumbuh 10,17 persen yoy menjadi 19,5 juta ton .
Jadi, dengan proyeksi pemulihan suplai yang menekan harga, pelaku usaha masih bisa berharap sisi permintaan meningkat. Harapan besar itu berasal dari program B5 Cina.