TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang menyiapkan aturan mengenai papan khusus bagi saham-saham perusahaan kecil dan menengah (UKM). Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan aturan ini diperlukan untuk mendorong penambahan jumlah emiten di pasar modal. "Otoritas Jasa Keuangan juga telah mengeluarkan aturan mengenai kriteria perusahaan kecil dan menengah. Kami siapkan aturan pendukungnya," ujarnya, seperti dikutip Antara, Selasa, 22 Agustus 2017.
Saat ini, Nicky mengungkapkan BEI sedang mempelajari kriteria jumlah pemegang saham serta persentase saham yang akan dilepas ke publik jika perusahaan UKM akan menggelar penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Selain itu, akan disusun aturan mengenai direksi independen perusahaan kecil dan menengah. Menurut dia, saat ini, di gedung BEI terdapat papan utama dan papan pengembangan.
Baca: 300 Pelaku UMKM Kalsel Ikut Bimbingan Pendanaan
Papan utama disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva bersih minimal Rp 100 miliar dan pengalaman operasional 36 bulan. Sedangkan papan pengembangan disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva berwujud bersih sekurangnya Rp 5 miliar dan pengalaman operasional 12 bulan.
Kepada Tempo, Senin lalu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani sedang menjajaki aturan khusus pencatatan saham perdana perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi informasi di BEI. Asosiasi sedang menggodok usul sebelum mengajukannya ke OJK. "Kami meminta pemerintah tidak hanya melihat ukuran, tapi juga potensi perusahaan," ucapnya.
Simak: Begini Cara OJK Bantu UMKM Masuk Bursa
Regulasi itu, menurut Shinta, mirip dengan rencana OJK menerbitkan aturan yang mempermudah usaha kecil, mikro, dan menengah melantai di bursa saham. Pencatatan saham di bursa bertujuan memperluas pilihan pendanaan bagi perusahaan rintisan. Selama ini, kata Shinta, sebagian besar startup memperoleh pendanaan dari perusahaan modal ventura. Padahal jumlah perusahaan dan kucuran modalnya masih terbatas.
Shinta mafhum mencari dana di pasar saham tidaklah mudah. Perusahaan rintisan harus mengikuti standar pencatatan keuangan dan kepatuhan aturan. Startup juga harus bersedia menerapkan prinsip good corporate governance yang diaudit saban tahun. Untuk menyiapkan hal tersebut, dia menawarkan bantuan inkubasi melalui perusahaannya, Angel Investment Network Indonesia (ANGIN). Inkubator yang berdiri pada 2013 itu kini mengasuh 60 perusahaan rintisan. ANGIN juga sudah memberikan modal awal (seed funding) kepada 15 perusahaan.
Kepala Eksekutif Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo mengatakan perusahaan rintisan berpeluang mencari dana segar di bursa saham. Namun nama mereka tidak bisa bertengger di papan utama, tapi di papan pengembangan. Sebab, salah satu persyaratan penjualan saham di papan utama adalah memiliki aktiva berwujud bersih (net tangible asset) minimal Rp 100 miliar.
Mencari investor di bursa juga tidak mudah. Sebab, banyak institusi pemodal tidak boleh membeli saham perusahaan yang belum membukukan laba bersih. Padahal banyak perusahaan rintisan yang masih memperkuat pasar pada tahap awal pendiriannya. "Jika animo beli investor institusi rendah, akan sulit untuk menjadikan IPO sukses," ujar Shinta.
PUTRI ADITYOWATI | ROBBY IRFANY | FERY FIRMANSYAH