TEMPO.CO, Jakarta - Manajemen Bursa Efek Indonesia (BEI) sedang menyiapkan aturan mengenai papan khusus bagi saham-saham perusahaan kecil dan menengah atau UKM. Direktur Pengembangan BEI Nicky Hogan mengatakan aturan ini diperlukan untuk mendorong penambahan jumlah emiten di pasar modal. “Otoritas Jasa Keuangan juga telah mengeluarkan aturan mengenai kriteria perusahaan kecil dan menengah. Kami siapkan aturan pendukungnya,” ujarnya, dikutip dari Koran Tempo edisi Rabu 23 Agustus 2017.
Simak: Raih Pendanaan dan Ekspansi, BEI Siapkan IPO untuk UKM
Saat ini, Nicky mengungkapkan, BEI sedang mempelajari kriteria jumlah pemegang saham serta persentase saham yang akan dilepas ke publik jika perusahaan UKM akan menggelar penawaran saham perdana (initial public offering/IPO). Selain itu, akan disusun aturan mengenai direksi independen perusahaan kecil dan menengah. Menurut dia, di gedung BEI, saat ini terdapat papan utama dan papan pengembangan.
Papan utama disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva bersih minimal Rp 100 miliar dan memiliki pengalaman operasional 36 bulan. Sedangkan papan pengembangan disediakan untuk mencatatkan saham dari perusahaan yang memiliki aktiva berwujud bersih sekurang-kurangnya Rp 5 miliar dan memiliki pengalaman operasional sekurang-kurangnya 12 bulan.
Kepada Tempo, Senin lalu, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani sedang menjajaki aturan khusus pencatatan saham perdana perusahaan rintisan (startup) berbasis teknologi informasi di BEI. Asosiasi sedang menggodok usul sebelum mengajukannya ke OJK. “Kami meminta pemerintah tidak hanya melihat ukuran, tapi lihat juga potensi perusahaan,” ucapnya.
Regulasi itu, menurut Shinta, mirip dengan rencana OJK menerbitkan aturan yang mempermudah usaha mikro, kecil, dan menengah melantai di bursa saham. Pencatatan saham di bursa bertujuan memperluas pilihan pendanaan bagi perusahaan rintisan. Selama ini, kata Shinta, sebagian besar startup memperoleh pendanaan dari perusahaan modal ventura. Padahal jumlah perusahaan dan kucuran modalnya masih terbatas.
Shinta mafhum bahwa mencari dana di pasar saham tidaklah mudah. Perusahaan rintisan harus mengikuti standar pencatatan keuangan dan kepatuhan aturan. Startup juga harus bersedia menerapkan prinsip good corporate governance yang diaudit saban tahun. Untuk menyiapkan hal tersebut, dia menawarkan bantuan inkubasi melalui perusahaannya, Angel Investment Network Indonesia (ANGIN). Inkubator yang berdiri pada 2013 itu kini mengasuh 60 perusahaan rintisan. ANGIN juga sudah menyuntikkan modal awal (seed funding) kepada 15 perusahaan.
Kepala Eksekutif Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo mengatakan perusahaan rintisan berpeluang mencari dana segar di bursa saham. Tapi nama mereka tidak bisa bertengger di papan utama, melainkan di papan pengembangan. Sebab, salah satu persyaratan penjualan saham di papan utama adalah memiliki aktiva berwujud bersih (net tangible asset) minimal Rp 100 miliar.
Mencari investor di bursa, terutama untuk perusahaan UKM juga tidak mudah. Sebab, banyak institusi pemodal tidak boleh membeli saham perusahaan yang belum membukukan laba bersih. Padahal banyak perusahaan rintisan yang masih memperkuat pasar pada tahap awal pendiriannya. “Jika animo beli dari investor institusi rendah, akan sulit juga untuk menjadikan IPO (initial public offering) sukses,” ujar Shinta.
PUTRI ADITYOWATI | ROBBY IRFANY