TEMPO.CO, Jakarta - Perum Bulog akan menjaga stok beras nasional sebesar 1 juta ton hingga akhir tahun ini. Direktur Utama Perum Bulog Djarot Kusumayakti mengatakan perusahaan sebenarnya menargetkan angka yang lebih tinggi. "Keinginan kami di atas 1 juta ton," ujarnya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa, 22 Agustus 2017.
Djarot melaporkan kondisi pasokan dan stok beras nasional kepada Presiden Joko Widodo. Ia memastikan stok beras Indonesia saat ini masih tergolong aman. Berdasarkan catatan terakhir yang diterimanya, terdapat lebih-kurang 1,7 juta ton beras yang siap didistribusikan.
Meski stok berada di zona aman, Djarot menyatakan tidak ingin lengah. Sebab, kondisi itu bisa berubah di kemudian hari. Apalagi stok yang ada tersebut juga digunakan untuk program beras sejahtera (rastra) serta program bantuan bencana. "Hal yang sering memicu ketidakamanan adalah ketidakyakinan akan stok beras yang ada, cukup atau tidak. Kondisi itu sering menyebabkan spekulasi, jadi harus kami meyakinkan bahwa stok ada," ia menegaskan.
Baca: Bulog Optimistis Serapan Setara Beras Dapat Tercapai
Djarot menjelaskan, Bulog akan terus menyerap gabah petani untuk meyakinkan bahwa stok beras tetap terjaga hingga akhir tahun. Masalahnya, ia menilai, harga gabah cukup fleksibel sehingga berpotensi melonjak di kemudian hari. "Serap terus. Harga juga enggak tinggi karena kami diberi fleksibilitas harga. Kami coba terus serap menjelang akhir tahun ini untuk menggantikan beras yang keluar," ujarnya.
Djarot meyakinkan anggaran untuk menyediakan stok beras nasional aman. "Kami serap (gabah, beras) memakai dana internal. Itu memang ada. Nanti di-back up oleh sistem," katanya. Dalam pertemuan di Istana, Djarot mengaku mendapat pesan dari Presiden Jokowi untuk memantau terus kondisi pangan.
Simak: Bulog Sulselbar Jamin Kualitas Beras Tetap Terjaga
Sebelumnya, Direktur Pengadaan Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh mengatakan realisasi serapan setara beras Bulog pada semester pertama 2017 baru mencapai 35 persen dari target atau sekitar 1,27 juta ton. Tahun ini perusahaan penyangga bahan pangan milik negara itu menargetkan bisa menyerap 3,7 juta ton setara beras.
Menurut Tri, jumlah serapan itu menurun jika dibanding perolehan pada periode yang sama tahun 2016. Pada semester pertama tahun lalu, angka serapan beras Bulog mencapai 1,8 juta ton.
Tri memperkirakan pengadaan yang rendah pada paruh pertama tahun ini disebabkan oleh harga gabah yang jauh di atas harga pembelian pemerintah atau HPP. Pemerintah menetapkan HPP saat ini Rp 3.700 per kilogram untuk gabah kering panen dan Rp 4.600 per kilogram untuk gabah kering giling.
Namun, Tri mengungkapkan, penyerapan hingga 28 Juli lalu jauh membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya, yakni sebesar 252 ribu ton dari target 300 ribu ton. "Lebih tinggi dibanding serapan di Juli tahun 2014-2016.
"Peningkatan itu karena musim panen petani padi mulai terjadi di beberapa daerah, seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, dan Jawa. "Jawa hanya sebagian kecil, dan Sulsel paling tinggi," ucap Tri.
Hal itu membuat serapan rata-rata, yang ditargetkan 10-15 ribu ton per hari, mulai menunjukkan hasil. "Rata-rata 14 ribu ton di Juli, bahkan di pekan ketiga Juli sempat 16 ribu ton."
Tri menjelaskan, pada Agustus nanti sejumlah wilayah akan kembali memasuki masa panen. Karena itu, ia optimistis Bulog akan bisa menyerap gabah petani dengan baik dan mencapai target yang ditetapkan.
DIKO OKTARA | ISTMAN M.P. | RETNO SULISTYOWATI