TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mematok defisit sebesar 2,19 persen dalam RAPBN 2018. Artinya, dengan belanja negara yang diperkirakan mencapai Rp 2.204,44 triliun dan pendapatan negara yang ditargetkan mencapai Rp 1.878,4 triliun, defisit itu diasumsikan sebesar Rp 325,9 triliun.
Sri Mulyani mengatakan target defisit tersebut menggambarkan keinginan pemerintah untuk menciptakan APBN yang semakin sehat namun fungsi stabilisasi, alokasi, dan distribusi masih bisa dijalankan secara penuh oleh pemerintah.
"Ini juga untuk merespon masalah utang. Dengan defisit yang ditargetkan lebih rendah dalam RAPBN 2018, concern mengenai utang bisa kami address," kata Sri Mulyani dalam konferensi persnya di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Senin, 21 Agustus 2017.
Simak: Sri Mulyani dan Cangkir Nyonya Selalu Benar
Keseimbangan primer, menurut Sri Mulyani, dipatok Rp 78,4 triliun. Angka tersebut menurun dibanding 2017. "Tren ini menunjukkan pembiayaan makin sehat. Kami sangat hati-hati untuk mendesain APBN agar Indonesia terhindar dari krisis utang seperti di banyak negara maju."
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan Robert Pakpahan berujar, untuk membiayai utang pada 2018, pemerintah akan menerbitkan surat berharga negara (SBN) sebanyak Rp 414 triliun dan akan menarik pinjaman luar negeri sebesar Rp 15,4 triliun.
Rencananya, porsi surat utang negara (SUN) akan mencapai 70 persen dan porsi surat berharga syariah negara (SBSN) mencapai 30 persen. "Mata uang masih sama. Rupiah porsinya 75-80 persen dan valuta asing, yakni dolar Amerika Serikat, Euro, dan Yen, porsinya 20-25 persen," tuturnya.
Robert mengatakan pemerintah juga akan menerbitkan obligasi ritel (ORI) dan sukuk ritel (Sukri) pada 2018. Namun, dia belum bisa memastikan apakah sukuk tabungan akan kembali diterbitkan atau tidak pada 2018 mendatang. "Kami launch strategi konkret biasanya pada November," katanya.
Dibandingkan Malaysia dan Brazil, menurut mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut., rasio utang Indonesia relatif lebih rendah, yakni sebesar 27-29 persen. Rasio utang Malaysia mencapai 56 persen dan Brazil 79 persen. Adapun pembayaran bunga utang Indonesia pada 2018 mencapai Rp 247,6 triliun.
"Dari nominal kelihatannya besar. Tapi kalau dibanding total outstanding utang, pembayaran bunga utang Indonesia hanya 5 persen. Dibanding Malaysia, mereka mencapai 5,6 persen dan Brazil 18 persen," kata Sri Mulyani.
ANGELINA ANJAR SAWITRI