TEMPO.CO, Jakarta -Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia Bidang Hubungan Internasional dan Investasi Shinta Widjaja Kamdani tengah menjajaki aturan khusus pencatatan saham perdana perusahaan rintisan berbasis teknologi informasi atau start up di bursa efek. Asosiasi tengah menggodok usulan ini sebelum mengajukannya ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Kami meminta pemerintah jangan melihat dari ukurannya, lihat juga suatu perusahaan punya potensi besar," ujar Shinta kepada Tempo, Senin, 21 Agustus 2017. Regulasi ini menurut dia mirip dengan rencana OJK menerbitkan aturan yang mempermudah usaha mikro kecil dan menengah melantai di bursa saham.
Usulan bertujuan untuk memperluas pilihan pendanaan perusahaan rintisan yang semakin banyak dari tahun ke tahun. Selama ini, Shinta mengatakan kebanyakan start up memperoleh pendanaan dari perusahaan modal ventura. Padahal jumlah perusahaan dan kucuran modalnya masih terbatas.
Baca : Dongkrak Bisnis Online, Elevenia Tambah Fasilitas 'Seller Zone'
Shinta memahami bahwa mencari dana di bursa tidak mudah. Pasalnya, perusahaan rintisan harus mengikuti standar pencatatan keuangan dan kepatuhan aturan. Start up juga harus bersedia menerapkan prinsip good corporate governance yang diaudit saban tahun.
Untuk mempersiapkan hal ini, dia menawarkan bantuan inkubasi melalui perusahaannya, yaitu ANGIN (angel investment network Indonesia). Inkubator yang berdiri sejak 2013 ini tengah mengasuh 60 perusahaan rintisan. ANGIN juga sudah menyuntikkan modal awal (seed funding) ke 15 perusahaan.
Kepala Eksekutif Bubu.com Shinta Dhanuwardoyo mengatakan perusahaan rintisan masih berpeluang mencari dana segar di bursa saham. Namun nama mereka tidak bisa bertengger di papan utama, melainkan di papan pengembangan. Pasalnya, salah satu persyaratan penjualan saham di papan utama adalah memiliki aktiva berwujud bersih (net tangible asset) bernilai minimal Rp 100 miliar.
Mencari pembeli di bursa juga tidak mudah. Sebab banyak institusi pemodal tidak boleh membeli saham perusahaan start up yang belum membukukan laba bersih. Sementara banyak perusahaan rintisan yang masih memperkuat pasar pada tahap awal pendiriannya. "Jika animo beli dari investor institusi rendah, akan sulit juga untuk menjadikan IPO (initial public offering) sukses."
ROBBY IRFANY | PUTRI ADITYOWATI