TEMPO.CO, Jakarta - Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (KNTI) mengingatkan pemerintah agar peringatan Hari Maritim Nasional kali ini dapat menjadi momentum untuk menempatkan nelayan, pembudidaya, dan petambak sebagai pilar utama poros maritim.
Ketua Dewan Pengurus Pusat KNTI Marthin Hadiwinata mengatakan berbagai persoalan yang membelit nelayan di tingkat kampun dari masalah kemiskinan dan akses permodalan, permasalahan koperasi yang tidak terfasilitasi hingga persoalan terkait dengan konflik alat tangkap. “Termasuk perampasan sumber daya perairan pesisir dan laut dan tanah di pulau-pulau kecil,” ujarn Marthin dalam keterangan tertulis, Senin, 21 Agustus 2017.
Marthin berujar untuk menegaskan janji menyejahterakan nelayan, pembudidaya, dan petambak, pemerintahan Jokowi – Jusuf Kalla harus segera mengimplementasikan keseluruhan substansi Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016 dengan panduan FAO tentang Pedoman Perikanan Skala Kecil tahun 2014.
“Implementasi undang-undang itu dapat menjawab persoalan yang menghadang agenda menurunkan keadilan dan kemakmuran bagi nelayan yang jumlahnya terus menurun,” katanya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah rumah tangga nelayan perikanan tangkap diperkirakan terus menurun dengan data terakhir hanya mencapai 863.417 rumah tangga nelayan. “Momentum Hari Maritim 2017 harusnya menjadi titik balik untuk menegaskan agenda kesejahteraan nelayan dalam visi poros maritim.”
Salah satu hal yang harus dipatikan menurut dia adalah memastikan peraturan turunan dari Undang Undang Nomor 7 tahun 2016 dan segera meerbitkannya dengan melibatkan partisipasi seluruh nelayan Indonesia. “Sisa waktu 2 tahun pemerintahan Jokowi-JK harus menjadi cambuk bagi pemerintah dalam memastikan negara hadir untuk mensejahterakan nelayan,” ujarnya.
GHOIDA RAHMAH