TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) berencana akan mengembangkan pelayanan kesehatan jarak jauh (telemedicine) di Papua. Namun program ini baru bisa dilaksanakan setelah proyek Palapa Ring Timur selesai. Palapa Ring Timur adalah pengerjaan jaringan serat optik di empat provinsi di wilayah timur yaitu Papua, Papua Barat, Maluku dan Nusa Tenggara Timur.
“Salah satu kunci penting telemedicine adalah jaringan internetnya. Karena itu pemerintah sedang menyelesaikan jaringan Palapa Ring Timur. Palapa ring ini akan menghubungkan titik-titik yang belum terhubung dengan baik,” ujar Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro, dalam Kongres Diaspora Indonesia IV, di Hotel JS Luwansa, Kuningan Jakarta Selatan, Senin 21 Agustus 2017.
Bambang mengatakan, kemungkinan proyek baru bisa terealisasikan 2018. "Karena Palapa Ring itu mungkin selesai 2018, mungkin paling cepat ya 2018 tahun depan," kata Bambang.
Telemedicine di Papua diusung untuk menciptakan pelayanan kesehatan yang efektif di sana. Melalui telemedicine, dokter di Jakarta dan Papua bisa berkomunikasi real-time terkait diagnosa dan tindakan medis. Dalam paparannya, Bambang mengatakan telemedicine juga menggunakan teknologi komunikasi video conference.
“Telemedicine intinya adalah menghubungkan rumah sakit rujukan dengan puskesmas. Puskesmas tetap menjadi garda terdepan kesehatan tetapi dibina oleh rumah sakit kabupaten atau pusat,” ujar dia.
Baca Juga:
Dalam pembangunan pelayanan kesehatan jarak jauh, akan ada empat tahap yang akan dilakukan.
Tahap awal adalah pemasangan jaringan telemedicine di daerah yang memiliki akses internet yang baik. Kedua, pembangunan pusat konsultasi atau pengampu telemedicine rumah sakit Kabupaten dan Puskesmas. Selanjutnya yang ketiga adalah menghubungkan Rumah Sakit Rujukan dengan universitas kedokteran di Indonesia seperti UI dan UGM.
”Rumah sakit di Papuanya pun diampu oleh rumah sakit di UI, Jakarta, di Hasanuddin Makassar, dan begitu juga di UGM Yogyakarta,” kata Mantan Menteri Keuangan Kabinet Kerja itu.
Dalam program ini, Menteri Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan ada tujuh manfaat dari telemedicine. Pertama, mengatasi keterbatasan dokter/dokter spesialis terutama daerah terpencil. Kedua, meningkatkan efisiensi dan mengurangi perjalanan pasien. Ketiga menurunkan angka kasus rujukan. Keempat mengurangi keterlambatan diagnosa.
Manfaat yang kelima adalah mengatasi keterbatasan sarana diagnostik. Keenam, menjadi wahana pendidikan dokter. Sedangkan yang terakhir adalah mempermudah monitoring pasien dan homecare.
Program telemedicine ini akan didukung berbagai pihak salah satunya Diaspora Indonesia. Selain itu, program ini juga akan didukung pemerintah Australia yang disebut telah berpengalaman dalam hal pelayanan rumah sakit jarak jauh.
“Australia juga katanya akan ikut bantu karena Australia sudah punya pengalaman telemedicine di wilayah mereka yang terpencil,” ujar Bambang.
Bambang mengatakan, setiap puskesmas di Papua dan Jakarta akan terhubung melalui jaringan internet. Nantinya, jaringan ini digunakan untuk berbagi informasi terkait tindakan penyembuhan kepada pasien.
“Nanti dokter atau siapapun yang di puskesmas terhubung dengan rumah sakit pengampu, bisa di Sorong atau kalau penyakit yang lebih berat atau complicated bisa ke Jakarta,” kata Bambang.
Dari jaringan pelayanan jarak jauh tersebut, Bambang mengatakan dokter di Jakarta akan mengetahui data lengkap dari pasien di Papua. Sehingga dokter yang di berada di tempat terpisah dapat berkoordinasi terkait kondisi pasien dan apa saja yang dibutuhkan puskesmas di daerah.
“Jadi data-data pasiennya kan diambil datanya, datanya langsung dibagikan lewat jaringan telemedicine, nanti dokter di Jakarta misalnya sudah tahu, jantungnya seperti apa problemnya, nanti dia akan tahu tindakan apa yang akan diambil,” ujar Bambang.
Menurut Bambang, sistem telemedicine ini tidak hanya digunakan untuk berbagi informasi saja, tetapi juga juga untuk memonitor pasien. Ia mengatakan, telemedicine sangat bisa diandalkan sebagai pertolongan pertama. Nantinya rencana pengembangan telemedicine ini akan didukung oleh Diaspora Indonesia.
“Ini bisa sebagai pertolongan pertama, nanti kalau butuh tindakan lanjutan bisa dirujuk ke rumah sakit yang lebih mampu,” ujar Mantan Menteri Keuangan Kabinet Kerja itu.
Menurut situs Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Ristekdikti), telemedicine sudah digunakan di negara-negara maju. Misalnya di Fukuoka, Jepang yaitu klinik bersalin St Mary Junichiro. Tenaga medis di klinik tersebut dapat melakukan panggilan video dengan rumah sakit lain di kota-kota besar di Jepang.
ALFAN HILMI | ALI HIDAYAT