TEMPO.CO, Jakarta - Pada Rabu pagi tadi, 16 Agustus 2017, PT Dirgantara Indonesia (PT DI) telah melakukan uji coba terbang pesawat N219 untuk pertama kalinya di landasan pacu Bandara Husein Sastranegara, Bandung, jawa barat.
Uji coba terbang atau flight test dilakukan oleh Captain Esther Gayatri Saleh sebagai Pilot In Command (PIC) dan Captain Adi Budi Atmoko sebagai first officer, serta Yustinus sebagai Flight Test Engineer.
Direktur Utama PT DI Budi Santoso mengatakan, pesawat N219 mulai dirancang sejak 2014 silam setelah adanya permintaan dan kesanggupan pendanaan dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) untuk menyediakan pesawat yang sesuai dengan daerah pegunungan yang memiliki landasan pacu pendek.
"Sampai saat ini kami telah menghabiskan Rp 827 miliar atau USD 62 juta. Sampai selesai kami butuh USD 80 juta atau Rp 1 triliunan," kata Budi saat konferensi pers di Kantor Utama PT DI, Bandung, Rabu, 16 Agustus 2017.
Baca: Uji Mesin Pesawat N219, Bandara Husein Dibooking Sejam
Menurut Budi, rendahnya biaya yang dihabiskan selama proses produksi pesawat berkapasitas 19 orang ini karena sudah menggunakan aplikasi teknologi atau software untuk desainnya.
Selain itu, sejak awal pesawat ini memang didesain agar bisa dijual dengan harga yang bersaing. Oleh karenanya, komponen yang dipakai, termasuk yang harus disuplai dari industri lain, dipastikan sesuai baik secara ekonomis maupun kualitas.
Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin, menambahkan sejak 2014-2017 institusi yang dipimpinnya telah menghabiskan Rp 503 miliar guna mendukung terwujudnya pesawat yang murni dikerjakan oleh engineer lokal tersebut.
"Sejak awal kami ingin pesawat ini tidak hanya sekadar prototipenya, tapi juga harus bisa diterbangkan. Makanya, kami kerjasama dan koordinasi secara intensif dengan PT DI dan Kementerian Perhubungan," ujarnya.
Dirjen Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan Agus Santoso menyatakan, agar bisa mendapatkan Type Certificate, maka pesawat N219 harus melakukan flight test sebanyak 400 jam. Setelah itu, baru bisa mendapatkan sertifikat untuk bisa produksi massal.