TEMPO.CO, Jakarta - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk mencatat kerugian bersih (net loss) selama semester pertama 2017 sebesar US$ 283,8 juta. Di luar non-recurring expense, total kerugian bersih perseroan mencapai US$ 138 juta.
Direktur Utama Garuda Pahala Nugraha Mansury mengatakan kerugian dipicu beban harga bahan bakar pada semester pertama. "Angkanya naik 36,5 persen dibanding semester pertama 2016," katanya di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 8 Agustus 2017.
Baca Juga:
Pahala menerangkan, dalam tiga bulan di triwulan kedua, perusahaan rencananya mengeluarkan faktor biaya yang terkait dengan biaya tax amnesty dan biaya kasus hukum di Australia, karena masing-masing membutuhkan US$ 138 juta dan US$ 8 juta. Untuk itu, perusahaan akan melakukan perbaikan inisiatif, optimalisasi biaya, dan memperbaiki rute yang digunakan perseroan. "Ke depannya semoga kami menjadi grup aviasi yang terintegrasi," ucapnya.
Secara kuartalan, Pahala menuturkan, perseroan mampu menekan kerugian bersih. Kerugian bersih tercatat US$ 38 juta pada kuartal kedua. Angka tersebut turun 62 persen dari kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 99,1 juta. Penurunan didorong kenaikan operating revenue pada kuartal kedua tahun ini. Angkanya tumbuh 7,7 persen dibandingkan dengan kuartal sebelumnya. Di semester pertama, pendapatan operasional naik 7 persen dibanding periode yang sama tahun lalu atau senilai US$ 1,9 miliar.
Pahala mengatakan peningkatan pendapatan didorong optimalisasi armada, perbaikan tingkat layanan, dan optimalisasi rute. "Upaya lain adalah meningkatkan layanan digital dan sistem manajemen pendapatan," ujarnya.
Baca Juga:
Menurut dia, kinerja operasional maskapai pelat merah ini juga ditunjang oleh pendapatan penumpang internasional pada kuartal kedua, yang meningkat 16 persen. Jumlah penumpang internasional juga naik 14,8 persen dibanding tahun sebelumnya. Pada semester pertama 2017, pendapatan penumpang internasional mencapai US$ 653,3 juta. Sedangkan pendapatan penumpang domestik sebesar US$ 569 juta. Jumlah penumpang yang diangkut 17,2, juta atau naik 3,9 persen dibanding semester pertama 2016. Khusus penumpang rute internasional, jumlahnya tumbuh 15 persen.
Kargo juga meningkat sebesar 10,6 persen menjadi 219,4 ribu ton. Pahala mengatakan pendapatan kargo naik 12,3 persen menjadi US$ 115,6 juta. Sedangkan ancillary revenue tercatat US$ 36,3 juta, tumbuh 20,6 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Tingkat keterisian penumpang (SLF) Garuda Indonesia sebesar 73,3 persen pada semester pertama 2017. Angkanya naik 70,8 persen dari periode yang sama tahun lalu.
VINDRY FLORENTIN