TEMPO.CO, Jakarta - Pemerintah tetap mendorong PT Freeport Indonesia (PTFI) untuk mendivestasikan saham kepada pemerintah sebesar 51 persen. Hal itu disampaikan Sekretaris Jenderal Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Teguh Pamudji di kantornya Senin, 7 Agustus 2017.
Meskipun saat ini Freeport telah membangun tambang bawah tanah dan dikhawatirkan akan menjadikan tawaran baru untuk merendahkan porsi divestasi, namun pemerintah tetap konsisten berpegang pada amanat Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Usaha Kegiatan Pertambangan.
“Kami enggak lihat itu tambang bawah tanah atau tidak, tapi divestasi yang harus dilakukan oleh Freeport 51 persen. Yang sudah dilakukan itu jadi 9 koma sekian, ini tinggal 41 koma sekian persen. Itu yang akan kami minta untuk Freeport divestasi,” tutur Teguh Pamudji di Kementerian ESDM, Senin, 7 Agustus 2017.
Baca: Perundingan Freeport Pemerintah Ditargetkan Rampung Oktober 2017
Teguh menjelaskan, untuk mengambil porsi sisanya itu menteri ESDM Ignasius Jonan telah memberikan proposal kepada Menteri Keuangan tentang format pemikiran terkait dengan divestasi. “Mau enggak mau harus divestasi, dia berusaha di sini kok. Mereka harus menghormati hukum di Indonesia. Peraturan pemerintah udah jelas bahwa dia harus mendivestasikan 51 persen, ya itu harus dilakukan,” tuturnya.
Nantinya proposal tersebut akan difollow up oleh dirinya serta Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot Ariyono untuk dipelajari. “Jadi itu yang saya terima per hari ini perkembangannya,” kata dia.
Meski demikian, pihaknya masih enggan menjabarkan skema opsi divestasi apa saja yang akan dilakukan oleh pemerintah, serta berapa porsi yang akan dibadikan kepada pemerintah daerah Papua maupun BUMD di sana. Menurut Teguh, skema itu nantinya akan dirunut berdasarkan urutan seperti divestasi kepada pemerintah, kemudian BUMN. “Kami enggak bicara IPO. Ya kan ada urutannya. Pemerintah, baru BUMD. Yang nanti kita ikuti dulu lah,” tuturnya.
Teguh menambahkan, Freeport memang mengajukan satu usulan terkait format adanya stabilitas investasi di dalam satu perjanjian dengan pemerintah. Meski demikian, menurut dia, hal tersebut tidak dikenal dalam sistem dan rezim hukum di Indonesia. Sehingga stabilitas investasi tetap dituangkan dalam Peraturan Pemerintah.
“Kami sudah menerima dari Kementerian Keuangan tentang konsep mengenai peraturan pemerintah itu sendiri dan sedag kami pelajari. Nanti sore pak menteri meminta saya dan pak Bambang (Dirjen Minerba) bertemu dengan beliau untuk mempelajari konsep yang disampaikan oleh Menkeu,” kata dia.
Saat ini pemerintah tidak lagi membahas Freeport sebagai Kontrak Karya melainkan sepakat dengan perundingan sampai Oktober bahwa Freeport berbentuk Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK). Dalam bahasan selanjutnya, di dalam IUPK nanti akan ada permintaan yang disampaikan oleh Freeport dibarengi dengan stabilitas investasi sesuai dengan permintaan PT Freeport.
“Jadi format yang kami sampaikan pada Freeport itu pertama adalah IUPK, kedua adalah Peraturan Pemerintah, ketiga adalah kalau diperlukan beberapa regulasi yang setingkat Permen ESDM. Kesemuanya itu adalah di dalam satu konten menuju kepada amanat yangg diberikan pada Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 minerba,” kata dia.
DESTRIANITA