TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia (BI) menyiapkan pemanfaatan big data untuk memastikan potensi digital Indonesia yang sangat besar, di antaranya menangkap sumber data dari transaksi dan perdagangan bisnis online (e-commerce).
"Kami dalam proses memulai kerja sama dengan beberapa e-commerce yang besar-besar, beberapa udah tanda tangan disclosure agreement untuk mengakses data secara rutin," ujar Direktur Eksekutif Departemen Statistik Bank Indonesia, Yati Kurniati, dalam konferensi pers di Kompleks Bank Indonesia, Thamrin, Jakarta, Senin, 7 Agustus 2017.
Yati menuturkan big data adalah data di mana ukuran keragaman dan kompleksitasya membutuhkan teknik dan algoritma analitik tertentu untuk mengambil manfaat dan pengetahuan yang tersembunyi di dalamnya. Selain e-commerce sumber data yang digunakan BI bervariasi yaitu berasal dari financial technology (fintech), berita dan sosial media, portal iklan online, internet search data, citra satelit, dan lokasi ponsel (GPS) serta data sensor.
"Ini masih tahap awal kita akan kembangkan agreement dengan perusahaan e-commerce, setidaknya nambah terus sampai 60 persen dari transaksi bisa di-capture," ucapnya. BI di antaranya telah menjalin kerja sama e-commerce dengan Tokopedia dan BukaLapak.
"Kami dalam proses cleaning data jadi belum bisa mengeluarkan berapa perkembangan dari waktu ke waktu, kalau udah firm kita akan publikasi," katanya. Yati mengatakan dibutuhkan upaya ekstra yang didukung infrastruktur pengolahan untuk menganalisis data tersebut. "Setelah infrastrukturnya siap kami juga harus menyiapkan bagaimana aliran datanya, ke mana, dan format datanya."
Yati melanjutkan BI juga telah bekerja sama dengan sejumlah portal properti dan otomotif online untuk mengakses data harian yang akan diserahkan setiap bulannya. "Kami akan tambah untuk bisa capturing aktivitas-aktivitas lainnya supaya lebih cepat," ujarnya.
Tak hanya itu, Yati menuturkan pihaknya juga tengah menjajaki peoses kerja sama dengan Go-Jek untuk mendapatkan akses keterbukaan informasi. "Ini lagi kami siapkan, mudah-mudahan tidak terlalu lama."
Dia menambahkan total ada sekitar delapan e-commerce, fintech, dan lembaga/instansi lainnya yang sudah menyepakati kerja sama untuk pemanfaatan big data tersebut. "Kami berfokus pada transaksi online yang besar-besar, proses berikutnya teknis aliran datanya."
Menurut Yati, sinergi dengan pihak e-commerce hingga fintech dibutuhkan untuk berbagi data dan informasi, serta mendorong pemerintah, lembaga daerah, dan kementerian bekerja sama dalam pemanfaatan teknologi big data. "Kami ingin menunjukkan big data itu apa dan bagaimana memanfaatkan data yang tersedia begitu banyak, yang terstruktur dan tidak untuk diekstrak sehingga meaningful," ucapnya.
Terkait dengan data aliran dana transaksi, selama ini kata dia telah tertangkap melalui data perbankan. Namun, Yati menambahkan dibutuhkan konfirmasi penggunaan aliran dana transaksi tersebut melalui data-data sekunder. "Dari sisi bank kita lihat transaksi dari bank mana ke mana, tapi untuk transkasi apa kan nggak bisa. Data sesungguhnya ada di e-commerce."
Yati menyimpulkan data-data bisnis online yang dikumpulkan dan dianalisis itu nantinya dapat digunakan untuk memperkuat proses pengambilan keputusan di sektor moneter, stabilitas sistem keuangan, dan sistem pembayaran. Sinergi antar lembaga seperti Badan Pusat Statistik (BPS) juga akan dilakukan untuk saling melengkapi informasi satu sama lain. "Tidak ada kekhususan, kami terus bekerja sama," ujarnya.
GHOIDA RAHMAH