TEMPO.CO, Jakarta -Kementerian Dalam Negeri meminta lembaga keuangan agar menjaga kerahasiaan data kependudukan.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Zudan Arif Fakrulloh mengatakan penyalahgunaan data kependudukan akan menimbulkan konsekuensi hukum. "Kerja samanya akan diputus dan ada sanksi pidana," kata Zudan di Jakarta, Senin, 7 Agustus 2017.
Ia pun menyatakan sistem yang dibangun dapat mendeteksi upaya penyalahgunaan data. Menurut dia, setiap data yang dimanfaatkan di luar kesepakatan akan terdeteksi.
Simak: Ratusan Lembaga Keuangan Swasta Manfaatkan Data Penduduk
Kementerian Dalam Negeri bekerja sama menukar informasi dengan lembaga keuangan. Kerja sama pertukaran informasi tersebut dilakukan di bidang data kependudukan, yaitu terkait Nomor Induk Kependudukan dan Kartu Tanda Penduduk elektronik (e-KTP).
Ada sembilan perusahaan yang menjalin kerja sama pertukaran data penduduk. Mereka adalah PT Indomobil Finance Indonesia, PT Sinarmas Hana Finance, PT Summit Oto Finance, PT Indosurya Inti Finance. Lalu PT Shinhan Indo Finance, PT Oto Multiartha, PT LiMa Ventura, PT Bank UOB Indonesia, dan PT Bank Victoria Internasional Tbk. Total ada 234 lembaga dan kementerian yang sudah kerja sama dengan Kemendagri.
Zudan menambahkan lembaga keuangan membutuhkan data kependudukan untuk memverifikasi data nasabah atau calon nasabah. Ia menyebut dengan 96 persen data kependudukan yang sudah tunggal, mereka bisa memastikan alamat dengan benar. "(Perbankan) Banyak yang tertipu karena nasabah punya alamat lebih dari satu," ucapnya.
Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo menambahkan dari 261 juta jumlah penduduk Indonesia ada 185.249.000 yang wajib mempunyai KTP elektronik. Saat ini sudah 174.715.000 juta penduduk yang terekam melalui e-KTP.
Selain untuk membantu verifikasi data nasabah bagi lembaga keuangan, Tjahjo mengatakan, data kependudukan yang sudah tunggal diperlukan untuk pemilihan umum dan kepala daerah. "Data kependudukan tidak bisa digelembungkan," ucap dia.
ADITYA BUDIMAN