TEMPO.CO, Jakarta -Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,01 persen (year on year) di triwulan II 2017. Dari sisi produksi, pertumbuhan ini didorong oleh hampir seluruh lapangan usaha, dengan pertumbuhan tertinggi dicapai lapangan usaha informasi dan komunikasi yang tumbuh 10,88 persen. Sedangkan, dari sisi pengeluaran, pertumbuhan tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga yang tumbuh 8,49 persen.
"Jadi, secara kumulatif semester satu Indonesia tumbuh 5,01 persen, dan ini sama persis dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I 2017," ujar Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto, dalam konferensi pers, di kantornya, Senin, 7 Agustus 2017.
Suhariyanto menuturkan dibandingkan triwulan I 2017 pertumbuhan ekonomi meningkat sebesar 4 persen, di mana dari sisi produksi pertumbuhan tertinggi pada lapangan usaha pertanian, kehutanan, dan perikanan 8,44 persen. Dari sisi pengeluran tertinggi dicapai oleh komponen pengeluaran konsumsi pemerintah yang meningkat signifikan 29,37 persen.
Simak Pula: Pemerintah Dorong Diversifikasi Sumber Pertumbuhan Ekonomi di Daerah
Kemudian, secara menyeluruh pada semester I 2017, perekonomian tumbuh 5,1 persen, di mana dari sisi produksi didorong oleh semua lapangan usaha, kecuali pengadaan listrik dan gas yang menurun 0,50 persen. Sedangkan, dari sisi pengeluaran utamanya didorong oleh komponen pengeluaran konsumsi lembaga non profit yang melayani rumah tangga yang tumbuh 8,27 persen.
Suhariyanto berujar struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan II ini masih didominasi oleh kelompok provinsi di Pulau Jawa dengan kontribusi terbesar terhadap produk domestik bruto (PDB) 58,65 persen dan Pulau Sumatera sebesar 21,69 persen. "Sementara itu Pulau Kalimantan 8,15 persen dan pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Sulawesi."
Menurut Suhariyanto, pencapaian pertumbuhan ekonomi kali ini cukup bagus mempertimbangkan kondisi ketidakpastian perekonomian global dan penurunan harga komoditas.
"Angka ini masih di bawah ekspektasi yang bisa 5,1persen, kita cuma di bawah Cina 6,9 persen," ucap Suhariyanto.
GHOIDA RAHMAH