TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan penggunaan dana haji rentan disalahgunakan untuk tujuan jangka pendek pemerintah. Ia menyatakan ini terkait dengan polemik penggunaan dana haji untuk investasi.
"Sebagai contoh, pemerintah dapat membuat aturan turunan pengelolaan dana haji dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP) untuk meningkatkan porsi dana haji pada instrumen sukuk," kata Bhima saat ditemui di Restoran Puang Oca, Jakarta, Ahad, 6 Agustus 2017.
Baca: Dana Haji Rp 70 Triliun, MUI Sarankan Ini
Bhima menuturkan ada kecemasan di pemerintah, karena ada utang sebesar Rp 810 triliun yang jatuh tempo pada 2018-2019 nanti. Ia mengkhawatirkan pemerintah akan menggunakan sukuk dana haji untuk menutup utang yang telah jatuh tempo tersebut.
Dari data yang dimiliki Bhima diketahui pemanfaatan dana haji untuk keperluan infrastruktur sudah terjadi sejak 2013, dan angkanya mencapai Rp 95,2. Namun bentuknya melalui instrumen surat berharga syariah atau Sukuk.
Baca Juga:
Simak: Dana Haji Boleh Diinvestasikan, Ini Syarat dari MUI
Sampai Juli 2017, total dana haji yang masuk ke instrumen Sukuk Dana Haji Indonesia (SDHI) sudah mencapai Rp 36,69 triliun.
Menurut Bhima jangan sampai dana haji disalahgunakan untuk kepentingan politik jangka pendek. Ia juga melihat manajemen investasi di dalam Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) harus profesional dalam bekerja.
Bhima menjelaskan dengan pengelolaan dana haji yang profesional, maka diharapkan imbal hasil dana haji yang diinvestasikan per tahunnya bisa lebih dari 15 persen. Sehingga tak terulang kisah pengelolaan dana BPJS Kesehatan yang yield atau imbal hasilnya di bawah 8 persen per tahun.
DIKO OKTARA