TEMPO.CO, Jakarta - Didin harus menelan kekecewaan saat mendatangi kantor pelayanan umrah PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) di GKM Green Tower Jalan TB Simatupang Jakarta Selatan hari ini. Mobil yang ia naiki terpaksa harus berputar arah lantaran petugas keamanan menginformasikan pelayanan First Travel tutup pada akhir pekan.
Laki-laki berusia 33 tahun itu mengunjungi kantor biro perjalanan umrah tersebut bersama istri dan satu orang anaknya yang tertidur pulas di dalam mobil. “Saya sudah beberapa kali ke sini,” kata dia kepada Tempo di Jakarta, Sabtu, 5 Agustus 2017.
Didin mengaku telah mendengar bahwa Kementerian Agama secara resmi telah menjatuhkan sanksi administrasi pencabutan izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Pemerintah sebelumnya mencium masalah di manajemen First Travel ketika ada dugaan penelantaran jemah yang dilakukan perusahaan. Pemerintah akhirnya menelusuri masalah itu.
Sanksi ditetapkan melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor 589 Tahun 2017 per 1 Agustus 2017. Meskipun sudah tak mengantongi izin, kewajiban perusahaan itu kepada calon konsumen wajib diberikan.
Lebih jauh, Didin yang merupakan warga Depok, Jawa Barat itu mengeluh pihak manajemen First Travel tak kunjung memberi kejelasan statusnya kapan diberangkatkan ibadah umrah. Padahal dia telah melunasi biaya umroh ke Tanah Suci bersama kakaknya. Nasib uang senilai Rp 14,3 juta yang ia serahkan ke First Travel pun terkatung-katung.
Didin semula berencana ingin berangkat umrah bersama kakaknya. Pada 11 Juni 2016 yang lalu, Didin dan kakaknya telah melunasi biaya umrah dengan jenis paket umrah promo.
Pihak manajemen First Travel, kata Didin, telah menjanjikan mulanya akan berangkat ke Tanah Suci pada April lalu. Namun lantaran terjadi masalah maka mereka kembali menjanjikan akan memberangkatkan Didin sekitar Juli-Agustus 2017.
Tapi, lagi-lagi Didin tidak mendapat kejelasan. Ia terhitung sudah 4 kali datang ke kantor First Travel tersebut namun tanpa jawaban pasti. Setiap kali datang, tidak ada penanggung jawab yang bisa dimintai kepastian. “Di situ penanggung jawabnya tidak ada, hanya ada customer service.”
Didin menuturkan pada awalnya membayar uang muka Rp 5 juta. Setelah lunas, ia kemudian mendapatkan perlengkapan umroh berupa pakaian ihram, tas, keperluan manasik, hingga baju batik. Namun untuk koper, ujar dia, baru akan diberikan ketika sudah ada kepastian keberangkatan.
Setelah kejadian ini, Didin mengaku kapok dengan penawaran umrah paket promo. Berbekal dengan penaksiran pemerintah soal biaya umrah sekitar 18 juta ke atas, “Yang jelas tidak akan percaya lagi dengan model promo-promo kayak gitu.”
DANANG FIRMANTO