TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) Abadi Poernomo mengatakan porsi energi baru terbarukan (EBT) hanya mencapai 7,7 persen akhir tahun lalu. Padahal, DEN menargetkan porsi EBT pada 2016 dapat mencapai 10,4 persen dan pada 2025 dapat mencapai 23 persen.
"Ini artinya ada gap sehingga untuk mencapainya harus ada akselerasi. Tidak mungkin lagi dilakukan dengan hal-hal yang biasa dilakukan," kata Abadi usai sidang anggota DEN di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Jakarta, Jumat, 4 Agustus 2017.
Abadi berujar, dalam sidang tadi terdapat beberapa masukan untuk meningkatkan porsi EBT. Salah satu saran yang tercetus adalah mengakselerasi penggunaan panel surya di semua sektor, baik di bangunan-bangunan milik pemerintah, swasta, maupun rumah tangga.
Baca: Pemerintah Genjot Elektrifikasi Melalui Energi Terbarukan
Selain itu, menurut Abadi, terdapat pula permintaan agar pemerintah mengakselerasi penggunaan bahan bakar biodiesel B20. "Kami juga akan meng-utilisasi panel-panel surya yang sudah terpasang yang saat ini masih mengalami kendala di operasionalnya," ujarnya.
Abadi menjelaskan, peningkatan porsi EBT meleset dari target karena kondisi ekonomi yang lesu. Situasi tersebut membuat DEN tidak bisa secara membabi buta memaksakan penggunaan EBT di seluruh sektor. Karena, menurut dia, hal itu dapat menjadi penghambat investasi.
Simak: PLN Terus Genjot Pemanfaatan Energi Baru Terbarukan di 64 Lokasi
"Misalnya, kan ada satu kebijakan di mana setiap rumah mewah dengan harga di atas Rp 2 miliar harus pasang rooftop (panel surya). Tapi, harga rumah akan naik (dengan memasang panel surya). Padahal, investasi rumah lagi menurun dalam beberapa waktu terakhir," kata Abadi.
Walaupun begitu, menurut Abadi, target porsi EBT mencapai 23 persen pada 2025 tidak akan diubah. Saat ekonomi kembali tumbuh, kata dia, pemerintah akan menggenjot penggunaan energi baru terbarukan. "Mudah-mudahan tahun depan ekonomi kita sudah tumbuh," ujar Abadi.
ANGELINA ANJAR SAWITRI