TEMPO.CO, Semarang - Tingginya harga garam yang terjadi saat ini diakui akibat produksi di tingkat petani garam anjlok. Petani garam Jepara mengakui penurunan produksi mencapai 70 persen dari produksi biasanya. “Biasanya per hari mampu memproduksi 1 ton, sekarang hanya mampu memproduksi dua kwintal,” kata Laviq, Ketua ketua usaha bersama petani garam Kabupaten Jepara , Jumat 4 Agustus 2017.
Simak: Impor Garam Industri Tidak Lagi Butuh Rekomendasi KKP
Laviq menyebutkan, musim kemarau basah menjadi penyebab utama anjloknya produkstivitas proses pengkristalan air laut. Menurut dia, kemarau basah degan anomali cuaca yang masih didominasi turun hujan sering meggagalkan proses pengkristalan air laut menjadi garam. “Para petani harus mengulang lahan garapan karena hujan,” Lavig menuturkan.
Kondisi ini diakui menimbulkan gejolak harga di pasaran karena perbandingan produksi garam yang rendah ditambah persediaan sedikit. Upaya mempertahankan produksi garam itu sebagai usaha maksimal setelah petani garam di daerahnya mendapatkan bantuan tehknologi geomembran menggunakan isolator dari Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.
Menurut dia, jika tak ada teknologi itu dipastikan musim kemarau basah ini tak mampu memproduksi garam. Meski begitu Laviq berharap pemerintah tak mendatangkan garam impor terlalu banyak karena saat ini sudah mulai memasuki musim panas yang dipastikan akan menaikan produksi.
Harapan itu ia sampaikan karena hadirnya garam impor asal Australi yang ada saat ini telah menurunkan harga jual garam petani dari Rp 300 ribu per tombong ukuran 80 kilogram menjadi Rp 250 ribu hingga Rp 280 ribu.
“Padahal dalam waktu dekat ini produksi kami mulai membaik, kalau impor nanti harga jatuh lagi,” katanya.
Anggota komisi perekonomian, pertanian dan kelautan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Jawa Tengah, Riyono menyatakan impor garam yang ada saat ini justru berdampak pada psikologi harga yang dimainkan para distributor. “Pasti distributor menekan bilang sudah ada garam impor datang,” kata Riyono.
Padahal upaya pemerintah menghadirkan garam saat ini hanya menstabilkan kebutuhan. “Sebenarnya garam petani masih dibutuhkan, ini riil kebutuhan lapangan masih kurang,” kata Riyono.
Ia menyebutkan saat ini kebutuhan garam nasional mencapai 4 juta ton, sedangkan produksi dalam negeri hanya 143 ribu ton. “Artinya dengan hadirnya impor garam pertama sebanyak 75 ribu ton ini masih kurang,” katanya. Kecukupan pasokan diharapkan membuat harga garam menjadi terkendali.
EDI FAISOL