TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Gubernur Bank Indonesia Mirza Adityaswara mengatakan kondisi stabilitas makro ekonomi Indonesia terus mengalami perbaikan setelah guncangan pada 2013-2015. Saat itu Amerika memberikan aba-aba kenaikan suku bunganya sehingga seluruh emerging market bergejolak.
Mirza mengatakan perbaikan ekonomi ditandai dengan pelonggaran kebijakan moneter. "Sejak awal 2016 Bank Indonesia sudah bisa melonggarkan kembali kebijakan moneter," kata dia dalam diskusi di Bank Indonesia, Jakarta, Kamis, 3 Agustus 2017.
Simak: BI Targetkan Inflasi 2017 Tak Lebih dari 4 Persen
Pelonggaran tersebut antara lain berupa penurunan suku bunga acuan yang tercatat sudah turun sebanyak enam kali. Giro wajib minimum (GWM) pun turun. Mirza mengatakan GWM bahkan diperlonggar dengan perubahan ke menjadi averaging GWM dari fix GWM. "BI juga memberikan kesempatan bagi bank untuk tumbuh dengan countercyclical buffers yang masih 0 persen," kata dia.
Di bidang fiskal, pemerintah juga sudah berupaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Saat ini, sudah ada 14 kebijakan ekonomi yang diterbitkan. Pemerintah juga mengevaluasi, hingga merevisi, kebijakan yang dirasa perlu untuk memudahkan dunia usaha.
Presiden Joko Widodo pun sudah menargetkan kenaikan peringkat ease of doing business (EoDB) untuk menarik lebih banyak pemodal. Presiden meminta posisi Indonesia naik hingga ke peringkat 40 dari posisi saat ini di peringkat 91. Indonesia sebelumnya sudah berhasil naik dari peringkat 106.
Dari sisi makro, Mirza menegaskan kondisi ekonomi Indonesia saat ini terhitung sehat. Inflasi per Juli tercatat 3,8 persen yoy. Angkanya lebih baik dibandingkan perkiraan awal tahun. Dia berharap inflasi bisa terjaga sampai akhir tahun nanti. "Dengan inflasi rendah, daya beli masyarakat bisa terjaga dan diharapkan daya saing industri bisa lebih baik," kata dia.
VINDRY FLORENTIN