TEMPO.CO, Jakarta - Sebanyak 53 perusahaan pembangkit listrik mandiri atau Independent Power Producer menandatangani kontrak jual-beli listrik atau Power Puchase Agreement dengan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Direktur Pengadaan strategis 1 PLN Nicke Widyawati mengatakan penandatanganan kontrak yang dilakukan untuk mendorong pengembangan energi baru terbarukan skala kecil.
“Pengembangan ini untuk meningkatkan elektrifikasi di daerah terdepan dan remote island dengan memanfaatkan energi primer daerah tersebut,” ujarnya dalam acara penandatanganan, Rabu 2 Agustus 2017.
Nicke berujar langkah ini termasuk dalam rencana strategis PLN terkait energi baru terbarukan. Saat ini kapasitas energi baru terbarukan yang telah terpasang, adalah 6200 MW dari total kapasitas listrik 52 ribu megawatt, atau sebesar 12 persen.
"Kami yakin dari 12 persen yang ada pada tahun ini dapat meningkat menjadi 23 persen pada 2026 dengan sebagian besar adalah hydro powerplant dan geothermal," ujar dia.
Baca: Denda Pemutusan Kontrak PLTU Atambua Sudah Dibayar
Sebenarnya, kata Nicke, berdasarkan rencana semula sejumlah perusahaan bakal menandatangani kontrak. Mereka antara lain 64 perusahaan yakni Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH) di 49 lokasi dengan daya total 300 megawatt, Pembangkit Listrik Tenaga Biomasa dan Biogas di kawasan Sumatera Utara dan Kalimantan dengan daya total 50 megawatt, serta Pembangkit Listrik Tenaga Solar sebesar 50 megawatt yang tersebar di kawasan Nusa Tenggara. Namun setelah dilaksanakan, sebanyak 11 perusahaan mundur.
Nicke mengaku belum menerima alasan formal terkait mangkirnya sejumlah perusahaan pembangkit listrik tersebut. “Kalau ada yang tidak mau menandatangani PPA ya kembali lagi ke prinsip jual beli, yaitu kesepakatan dua belah pihak. Kalau ada yang enggak sepakat ya batal. Tapi kami belum menerima alasannya secara formal,” ujarnya menjelaskan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Ignatius Jonan menyatakan hal itu tidak menjadi masalah lantaran dikembalikan lagi kepada kebijakan perusahaan. “Enggak apa-apa. Ini kan enggak ada pemaksaan. Kalau sepakat ya tanda tangan, kalau tidak ya jangan. Kalau merugikan, sebaiknya jangan. Kalau tidak bisa bertahan dan sustain selama 20 tahun sesuai kontrak juga jangan karena akan merugikan,” ujar dia.
Dengan tidak ikut sertanya 11 perusahaan itu, Kepala Divisi Energi Baru Terbarukan PLN Tohari Hadiat mengatakan listrik yang bakal dihasilkan dari kesepakatan itu akan berkurang menjadi 350 megawatt. Adapun perusahaan yang batal menandatangani kontrak, kata dia, mayoritas adalah perusahaan PLTMH.
CAESAR AKBAR | DEWI RINA