TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Pusat Statistik Suhariyanto berujar lonjakan harga garam yang terjadi beberapa waktu lalu tidak mempengaruhi nilai inflasi Juli 2017. Pasalnya, menurut dia, meski harga garam naik, secara bobot pengaruh terhadap inflasi tidak begitu terasa.
"Harganya garam memang naik. Tapi, secara bobot terhadap inflasi itu sangat kecil sehingga tidak kelihatan dalam andil inflasi itu. Kita hanya memperhatikan yang dominan," ujarnya dalam jumpa pers di kantor Badan Pusat Statistik, Jakarta Pusat, Selasa, 1 Agustus 2017.
Simak: Garam Langka, Jokowi Panggil Menteri dan PT Garam
Suhariyono berharap ke depannya kondisi harga garam tetap tidak mempengaruhi laju inflasi. "Pemerintah kan telah membuka keran impornya. Mudah-mudahan tidak lah (mempengaruhi inflasi)," kata dia.
Meski tidak mempengaruhi laju inflasi, Suhariyono tetap menilai garam sebagai komoditas yang penting dan perlu diperhatikan. "Garam meski bobotnya kecil tetap merupakan sesuatu yang penting. Masak apa pun kan gak bisa gak pakai garam," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, sejumlah wilayah mengalami kelangkaan garam dalam beberapa pekan terakhir. Kelangkaan tersebut membuat harga garam melonjak di berbagai daerah, baik untuk garam industri maupun garam konsumsi.
Sebagai contoh di Boyolali, harga garam konsumsi naik hingga tiga kali lipat. Harga garam dapur yang awalnya Rp 8.000 untuk sepuluh bungkus, pekan ini melonjak hingga Rp 23 ribu untuk sepuluh bungkus.
Akhirnya, pemerintah memutuskan melakukan impor garam konsumsi sebesar 75 ribu ton yang rencananya akan didatangkan pada 10 Agustus mendatang. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan mengatakan ini merupakan situasi khusus dan mendesak untuk mengendalikan harga garam.
CAESAR AKBAR | ALI HIDAYAT