TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Riset dari Bina Artha Sekuritas Reza Priyambada memperkirakan, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Agustus 2017 berpeluang mengulang pergerakan historisnya yakni cenderung bergerak melemah. Reza memperkirakan pada bulan ini, IHSG akan berada pada rentang support 5.725-5.764, dengan resisten 5.900-5.945.
Secara historis, laju IHSG di bulan Agustus tercatat mengalami penurunan -2,50 persen seiring berkurangnya imbas positif dari rilis kinerja para emiten. Di sisi lain, dari global pun seperti biasa akan cenderung diwarnai dengan berita-berita negatif.
“Penguatan terjadi hanya di awal-awal minggu, setelah itu akan kembali berkurang seiring masih adanya aksi jual. Imbas rilis kinerja para emiten yang dinilai baik pun secara perlahan akan terkikis dan tergantikan dengan berbagai sentimen lainnya. Perkiraan inflasi Juli 2017 di kisaran 0,56 – 0,67 persen ,” kata Reza Priyambada dalam pesan tertulisnya, Selasa, 1 Agustus 2017.
Baca: Sekuritas Ini Prediksi IHSG Menguat Terbatas, Simak 6 Saham Ini
Ia menuturkan, bahan makanan masih menjadi penyumbang inflasi paling besar. Adapun imbas dari kenaikan harga bahan bakar dan tarif dasar listrik sudah mulai berkurang karena telah terserap pada inflasi di bulan sebelumnya, yakni Juni 2017 berbarengan dengan masa puasa dan lebaran.
Menurut Reza, jika sentimen-sentimen tersebut memberikan hasil yang kurang baik tentunya akan direspon negatif oleh pelaku pasar sehingga aksi jual pun tak terelakan akan terjadi, dan berujung pada turunnya IHSG.
Di sisi lain, diharapkan kondisi dari dalam negeri dapat tetap positif terutama pada data-data makroekonominya sehingga dapat mengimbangi sentimen negatif dari global. Terutama pada rilis inflasi dan pertumbuhan ekonomi tengah tahun yang diharapkan dapat memberikan sentimen positif.
Simak: Saham Aneka Industri Dorong Penguatan IHSG
Pergerakan IHSG yang hanya mengalami pertumbuhan tipis sepanjang Juli 2017 (+0,19 persen) seiring berbagai sentimen memberikan pandangan bahwa minat beli dari para pelaku pasar kian berkurang. Apalagi asing masih membukukan penjualan bersih yang hingga akhir Juli telah mencapai sekitar Rp 11 triliunan (MoM) dibandingkan bulan Juni 2017 yang hanya sekitar Rp 3,8 triliunan.
Meski rilis kinerja dari para emiten banyak yang membukukan kinerja yang baik namun, tampaknya imbasnya ke pasar tidak berlangsung lama. Artinya pelaku pasar hanya menggunakan informasi laporan keuangan tengah tahun hanya sesaat.
Untuk kali ini, beberapa sentimen global yang dapat menjadi perhatian pasar antara lain, kebijakan ECB terkait pengetatan kondisi moneter di wilayah Eropa, pergerakan EUR terhadap sejumlah mata uang lainnya, dan masih belum adanya kejelasan arah pemerintahan Donald Trump hingga akhir tahun.
Sentimen global tersebut dapat membawa efek negatif pada bursa sahamnya sehingga berimbas pada pergerakan bursa saham lainnya. Tak lupa, kondisi di Timur Tengah yang masih menyimpan potensi gejolak sehingga berimbas pada pergerakan harga minyak mentah dan komoditas lainnya.
Meski demikian, laju Rupiah masih akan kembali diuji ketahanannya terhadap rilis data-data tersebut. Ia memperkirakan Rupiah akan berada pada kisaran Rp 13.450-13.260. “Kecenderungan pola sideways diperkirakan masih akan terjadi melanjutkan pergerakan di bulan-bulan sebelumnya seiring belum terserapnya sejumlah sentimen pada pergerakan Rupiah,” kata dia.
DESTRIANITA