TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati hari ini mengundang kalangan pengusaha dan pimpinan sejumlah kementerian dan lembaga untuk membahas penyederhanaan perizinan larangan dan pembatasan impor. Selain itu, disampaikan pernyataan bersama (joint statements) Simplifikasi Tata Niaga Perdagangan internasional dan implementasi Pengawasan Post Border.
Pimpinan kementerian dan lembaga yang turut hadir di antaranya adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto, Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi, dan Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki.
"Kami ingin mempermudah dan memperbaiki menjadi formal dan legal, kami membuat perbaikan di pelayanan dan penegakan hukum tapi kami nggak ingin mematikan kegiatan ekonomi," ujar Sri Mulyani, dalam rapat, di Aula Mezzanine, Gedung Djuanda I Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 1 Agustus 2017.
Sri Mulyani menuturkan upaya itu masuk dalam reformasi kepabeanan dan cukai yaitu Penertiban importir Berisiko Tinggi (PlBT) yang merupakan program yang disorot pada triwulan dua tahun ini. Hal itu sebagai langkah nyata menjawab tantangan masyarakat yang menginginkan perdagangan ilegal dapat diberantas, seperti praktik penghindaran fiskal serta penghindaran pemenuhan perizinan barang larangan serta pembatasan (lartas).
Baca Juga: Jokowi Perintahkan Pembatasan Ekspor-Impor ...
Sri Mulyani menambahkan, penerapan program PIBT masih dihadapkan pada beberapa tantangan, khususnya bagi pelaku usaha kecil dan menengah (UKM) yang tidak dapat memenuhi perizinan lartas, karena skala kapasitas dan aksesibilitas. Strategi simplifikasi perizinan dilakukan dengan mengharmonisasikan antar peraturan lartas.
"Sehingga peraturan-peraturan lartas yang berbeda tetapi mengatur komoditas yang sama dapat disederhanakan menjadi satu peraturan atau perizinan lartas," ucapnya.
Selanjutnya, strategi itu juga berupa penyederhanaan persyaratan atau kriteria, agar UKM memperoleh izin impor terhadap komoditas yang djadikan sebagai bahan baku. Saat ini terdapat total 1.073 HS Code yang memerlukan perizinan lebih dari satu kementerian dan lembaga. "Dengan adanya simplifikasi, permohonan penerbitan izin dan pengujian produk atau uji lab hanya dilakukan satu kali." Selain itu, simplifikasi juga menghasilkan kriteria perizinan yang terukur dan jelas.
Sri Mulyani menuturkan pergeseran pengawasan dari border menjadi pengawasan sebelum barang beredar dan atau pengawasan di pasar merupakan cara yang dilakukan untuk menurunkan jumlah HS Code yang dikenakan lartas. Upaya itu juga sesuai dengan amanat Paket Kebijakan Ekonomi Tahap XV, di mana salah satu poinnya adalah melakukan perbaikan logistik nasional untuk mempermudah dan mempercepat arus barang di pelabuhan dengan penyederhanaan tata niaga (ekspor-impor).
Ada pun hal itu dilakukan melalui pengurangan lartas di border dari semula 49 persen menjadi sekitar 19 persen yang ditargetkan tercapai pada Oktober 2017. Saat ini, dari total 10.826 HS code Buku Tarif Kepabeanan lndonesia (BTKI) 2017, terdapat 5.299 HS code yang merupakan lartas. Sri Mulyani menambahkan pengawasan post border ini dapat lebih menguatkan pengawasan terhadap barang-barang yang diatur tata niaganya di pasar, serta dapat menggambarkan kondisi real komoditas yang beredar di dalam negeri.
GHOIDA RAHMAH